Berpotensi Rugikan Negara Rp1,25 Triliun, Legislator PDIP: Tidak Ada Alasan Mendag Impor Beras

JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Effendi Sianipar mengaku terkejut atas data temuan dari Ombudsman RI yang menyebutkan, bahwa hingga 14 Maret 2021 stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di badan urusan logistik (Bulog), hasil pengadaan dalam dan luar negri (impor) di tahun 2018 hingga 2019, masih menumpuk sebanyak 859.877 ton.

Beras-beras itu, disebutkan Ombudsman, mulai terancam tidak layak konsumsi atau turun mutu, sehingga berpotensi mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 1,25 triliun.

"Sudah jelas, kalau jumlah yang menumpuk itu begitu banyak. Potensi beras turun mutu itu bisa mencapai angka 500 ribu ton dan tentunya kalau sudah tidak layak konsumsi, negara akan mengalami kerugian besar," ujar Effendi dalam keterangan yang diterima Kamis, 25 Maret.

Menurutnya, dengan kondisi tersebut, dipastikan DPR tidak akan mengijinkan wacana impor beras oleh Menteri Perdagangan (Mendag) M. Luthfi.

"Jadi dengan tegas, tidak akan ada alasan lagi untuk Mendag melakukan impor beras. Sekalipun setelah lewat massa panen raya," tegas politikus PDI Perjuangan itu.

Lebih lanjut, Effendi menegaskan, pihaknya di Komisi IV akan menindak lanjuti hasil temuan dengan memanggil Ombudsman RI, Mendag M. Luthfi dan Kepala Bulog Budi Waseso.

"Saya akan usulkan kepada pimpinan Komisi IV untuk memanggil Mendag dan Bulog, kita akan tindak lanjuti. Apa penyebab beras cadangan itu menumpuk? mengapa Bulog tidak bisa mendistribusikan dan menjualnya ke masyarakat," tandas legislator dapil Riau itu.

Sebelumnya, Ombudsman RI mengungkapkan stok beras di Bulog saat ini banyak diisi oleh beras yang kualitasnya sudah menurun. Nilainya, hampir 50 persen dari stok beras secara keseluruhan.

"Beras turun mutu di gudang Perum Bulog salah siapa? Nilainya besar, terdapat sekitar 300-400 ribu ton beras yang ada di gudang perum Bulog saat ini turun mutu dan berpotensi mengalami kerugian. Jika setengahnya saja sudah nggak layak konsumsi, maka potensi kerugian negara sebesar Rp 1,25 triliun," kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers virtual, Rabu 24 Maret.

Sejak 2018-2020, Ombudsman menilai pemerintah mampu menahan gejolak harga beras. Meski di awal 2018 sempat ada kenaikan harga, namun pertengahan 2018 hingga kini harganya tergolong stabil. Selama tiga tahun, komoditas ini memiliki nilai Rp 747 triliun.

Namun, ungkap Yeka, tetap saja nilai kerugian yang ada di gudang Bulog sangat besar. Kerugian besar itu akibat beras yang sudah ada di Gudang Bulog selama tiga tahun itu tidak bisa terdistribusikan dengan lancar. 

Bulog tidak bisa menjualnya secara langsung ke masyarakat, berbeda dengan sebelumnya dimana ada aturan Bulog boleh menjual beras melalui outlet rastra atau beras sejahtera yang dulu namanya beras miskin atau raskin.

"Stok beras di Bulog per 14 Maret (2021) sebanyak 883.585 ton, sebesar 859.877 ton merupakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) serta 23,7 ribu ton di antaranya adalah beras komersil. Dari jumlah stok CBP yang ada saat ini terdapat stok beras yg berpotensi turun mutu sebesar 400 ribu ton yang berasal dari pengadaan dalam negeri selama 2018-2019 dan pengadaan luar negeri melalui importasi di 2018," jelasnya.