WHO Suplai 32 Ton Alat Medis ke Lebanon di Tengah Siaga Perang Israel vs Hizbullah
JAKARTA - Lembaga Kesehatan Dunia alias WHO mengirimkan 32 ton pasokan alat medis darurat ke Lebanon di tengah meningkatnya kekhawatiran akan perang skala penuh antara Israel dan Hizbullah.
Bantuan tersebut, yang akan melengkapi kekurangan rumah sakit (RS) di Lebanon, mencakup 1.000 peralatan medis berkaitan trauma untuk merawat kemungkinan korban perang.
“Tujuannya [bantuan] adalah untuk mengirimkan pasokan dan obat-obatan ini ke rumah sakit ... terutama di tempat-tempat yang paling rentan, sehingga kami siap menghadapi keadaan darurat apa pun,” kata Menteri Kesehatan Lebanon, Firass Abiad, dikutip dari Arab News, Selasa 6 Agustus.
Baca juga:
- Kaesang: Saya Siap Lawan Anies dan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta Tapi Istikharah Dulu
- Kasus Kematian Afif Maulana, DPR: Sebagai Penegak Hukum Seharusnya Polisi Tidak Pandang Bulu
- KPK Ajukan Banding Minta SYL Bayar Uang Pengganti Rp44,2 M dan 30 Ribu Dolar AS
- KPK Tegaskan Kejagung Tarik Pulang Jaksa Senior Tak Terkait Kasus LPEI
Sejumlah ruangan termasuk aula keberangkatan Bandara Beirut di Lebanon telah dipenuhi banyak keluarga sejak Senin 5 Agustus waktu setempat. Para keluarga itu hendak keluar negeri menjauh dari potensi serangan Israel.
Ramainya Bandara Beirut setelah negara-negara termasuk Arab Saudi, Prancis, Inggris, Italia dan Turki mengeluarkan peringatan kepada warganya untuk keluar Lebanon.
“Sangat menyedihkan, ya Tuhan, situasinya benar-benar menyedihkan. Kita keluar dari krisis, kita masuk ke krisis lain,” kata Sherin Malah, penumpang pesawat yang mengunjungi ibunya di Lebanon terpaksa pulang cepat ke kediamannya di Italia.
Sementara Jerman sedang bersiap untuk memindahkan warganya ke tempat yang aman dengan menyiapkan pesawat angkut dari Beirut ke Siprus.
Sedangkan pemerintah Amerika Serikat (AS) mendesak warganya di Lebanon untuk segera memesan tiket yang tersedia terbang ke negara lain. Disusul Swedia memindahkan seluruh pelayanannya di Lebanon ke Siprus.
Ketegangan di Timur Tengah meningkat sejak Israel membunuh komandan senior Hizbullah, Fouad Shukr di Beirut. Beberapa jam kemudian, Israel diduga menjadi biang keladi pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Iran.