Kumpulkan Kepsek, Wali Kota Surabaya Larang Pungutan Sekolah dalam Bentuk Apa pun
SURABAYA - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di hadapan seluruh kepala sekolah SD dan SMP se-Kota Surabaya melarang pungutan dalam bentuk apapun menyusul adanya permasalahan dugaan pembelian buku pendamping oleh koordinator kelas (korlas) yang sempat mencuat di SDN Ketabang Kali.
Eri mengatakan semua sekolah SD dan SMP negeri di bawah naungan Pemkot Surabaya, Jawa Timur tidak diperbolehkan menarik biaya atau pungutan dengan alasan apa pun.
"Ini pertemuan kepala SD dan SMP negeri seluruh Surabaya. Saya tegaskan bahwa tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh anak-anak dengan dalih apapun," kata Eri Cahyadi dilansir ANTARA, Senin, 5 Agustus.
Ia mengatakan, dalam pembelajaran terdapat buku teks utama (buku wajib) dan buku teks pendamping. Buku teks utama dipinjamkan gratis oleh pemerintah.
Adapun buku teks pendamping tidak diwajibkan untuk dimiliki, sifatnya penunjang untuk memperkaya pengetahuan siswa.
Eri mengatakan, perbedaan kepemilikan buku teks pendamping jangan sampai menimbulkan kecemburuan antarsiswa.
"Apalagi jangan sampai diumumkan, oh anak ini sudah punya dan bisa beli buku pendamping, sementara anak yang lain belum. Akhirnya terjadi bullying (perundungan). Hal ini yang saya takutkan akan merusak mental anak," ucapnya.
Walkot Surabaya juga mendorong para guru agar lebih kreatif dalam melakukan pembelajaran. Sehingga, anak tidak perlu membeli buku penunjang lain di luar yang sudah diberikan oleh pemerintah.
"Buku wajib itu ada. Sebenarnya bisa gurunya beli satu buku teks pendamping, bisa juga download (diunduh) dari platform Merdeka Belajar, ditaruh layar besar supaya semua muridnya bisa melihat. Kalau kita ingin memperkaya ilmu anak-anak, gurunya juga harus berinovasi, kolaborasi dengan komite. Jangan milih praktis jual buku pendamping ke siswa," ucapnya.
Baca juga:
- Rusia Tahan Pejabat Senior Pertahanan terkait Kasus Korupsi Taman Patriot Militer
- Pesawat Delta Airlines Menuju Roma Tersambar Petir, Langsung Putar Balik ke Boston
- Pejabat Tinggi Keamanan Rusia Shoigu Tiba di Teheran, Bakal Bertemu Presiden Iran
- Pesawat Militer China Tanpa Awak Terlacak di Dekat Pantai Vietnam
Guna mengantisipasi kejadian uang pembelian buku teks pendamping terulang kembali, dirinya meminta kepala sekolah SDN dan SMPN di Kota Surabaya untuk membuat surat pernyataan tidak akan menarik iuran dari siswa.
“Jangan buat anak-anak kita tersakiti dengan sistem yang ada," jelasnya.
Ia juga meminta semua acara yang menelan biaya tinggi dan membebani siswa untuk ditiadakan. Misalnya, wisuda bisa diganti dengan karya seni sederhana di dalam sekolah. Acara rekreasi ke luar kota pun bisa diganti dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Kota Pahlawan, seperti rumah kelahiran Bung Karno dan museum-museum.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Yusuf Masruh memastikan permasalahan tunggakan uang pembelian buku teks pendamping tiga orang siswa di SDN Ketabang Kali sudah terselesaikan. Ke depan, Dispendik Kota Surabaya juga akan lebih memetakan pola komunikasi orang tua dan sekolah agar berjalan berdampingan.
"Sekolah punya banyak elemen, ada siswa, guru dan orang tua wali murid. Misalnya, korlas punya harapan untuk putra dan putrinya, hal ini nanti yang akan kita petakan pola komunikasinya agar berjalan lebih baik," kata Yusuf.
Dirinya juga berharap agar masing-masing dari orang tua wali murid bisa mengesampingkan egonya untuk kepentingan pendidikan putra dan putrinya.
"Saya rasa semuanya sasarannya pasti sama untuk masa depan anak, semua punya harapan yang sama. Jadi bagaimana hal tersebut bisa tetap dikemas dengan kondisi sekolah yang baik," ucapnya.
Sebelumnya, dugaan tunggakan uang pembelian buku pendamping tiga orang siswa di SDN Ketabang Kali bermula dari adanya pembelian buku mata pelajaran pendamping agama untuk siswa kelas 6. Buku pendamping mata pelajaran agama tersebut kemudian dibeli melalui korlas orang tua murid.
“Nah, ketika ada pengadaan buku pendamping agama, ada tiga orang siswa yang tidak membeli buku. Karena ketiga siswa tersebut tidak membeli buku, akhirnya korlas tidak memberikan buku itu,” katanya.
Sebenarnya, lanjut Yusuf, ketiga orang tua ketiga siswa tersebut mau untuk membeli buku tersebut. Akan tetapi, ketiga orang tua siswa itu merasa tersinggung karena anaknya tidak kebagian buku, hingga akhirnya memviralkan masalah ini melalui media sosial.
“Kemungkinan, ada ketersinggungan antara orang tua murid dengan korlas, karena anaknya tidak kebagian buku pendamping tersebut. Jadi bukan ada masalah dengan pihak sekolah,” ujarnya.