Pengunjuk Rasa Turun ke Jalan, Bangladesh Kembali Berkecamuk, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

JAKARTA - Sempat mereda usai protes besar-besaran kuota pekerjaan, pengunjuk rasa di Bangladesh kini kembali ke jalanan.

Polisi menembakkan gas air mata dan melemparkan granat suara pada Rabu, 31 Juli, untuk membubarkan pengunjuk rasa yang melakukan demonstrasi menentang kekerasan yang menewaskan 150 orang.

Kerusuhan ini merupakan ujian terbesar yang dihadapi Perdana Menteri Sheikh Hasina, 76 tahun, sejak ia memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut dalam pemilu bulan Januari lalu yang diboikot oleh oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh dan juga dirusak oleh protes mematikan.

Polisi mengatakan mereka harus menggunakan tindakan represif ketika pengunjuk rasa di distrik Sylhet di timur laut menerobos barikade untuk menuju pengadilan.

“Kami meminta para pengunjuk rasa untuk menjauh dari jalan, namun mereka tidak mendengarkan dan malah menyerang polisi, memaksa kami membubarkan mereka dengan gas air mata dan granat kejut,” kata wakil komisaris regional Azbahar Ali Sheikh dilansir Reuters.

Dhaka, ibu kota, dan kota pelabuhan di selatan Chittagong termasuk di antara beberapa tempat di mana polisi dan pengunjuk rasa bentrok..

Jumlah korban belum diketahui secara pasti, meskipun media melaporkan beberapa orang terluka, dan beberapa mahasiswa ditahan.

Aksi "Pawai untuk Keadilan" yang digelar secara nasional pada hari ini diserukan oleh kelompok Mahasiswa Melawan Diskriminasi yang berada di garis depan protes terhadap kuota pekerjaan yang diatur pemerintah.

Meskipun para mahasiswa telah sepakat untuk membatalkan protes mereka setelah Mahkamah Agung membatalkan sebagian besar kuota pada tanggal 21 Juli, mereka kembali melakukan demonstrasi menentang kematian, penangkapan, dan intimidasi pemerintah dalam kekerasan yang terjadi bulan ini.

“Kami juga akan menuntut penyelidikan PBB atas kekerasan tersebut,” ujar Mohammad Mahin Sarkar, koordinator gerakan tersebut.

Kelompok hak asasi manusia internasional mengutuk hampir 10.000 penangkapan selama dua minggu terakhir atas tuduhan keterlibatan dalam bentrokan dan perusakan properti pemerintah.

Pada acara di Dhaka, Hasina mengatakan Bangladesh telah meminta bantuan kepada PBB dan berbagai badan internasional.

“Kami meminta bantuan mereka dalam melakukan penyelidikan yang tepat dan memastikan hukuman bagi mereka yang bertanggung jawab,” kata dia.

Uni Eropa mengatakan pihaknya telah menunda pembicaraan dengan Dhaka mengenai pakta kerja sama baru untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan ekonomi serta pembangunan karena situasi tersebut.

Namun seorang pejabat Kementerian Keuangan mengatakan penundaan tersebut, hingga minggu pertama November, telah diputuskan jauh sebelum terjadinya kekerasan baru-baru ini.

“Penundaan ini disebabkan oleh Sidang Umum PBB,” kata pejabat tersebut, Uttam Kumar Karmaker.

Dalam beberapa pekan terakhir, Bangladesh memutus akses internet dan mengirim tentara untuk memberlakukan jam malam nasional ketika protes meluas sejak dimulai di universitas dan perguruan tinggi pada bulan Juni.

Ribuan orang terluka ketika pasukan keamanan menembakkan peluru karet, gas air mata, dan melemparkan granat suara untuk membubarkan puluhan ribu pengunjuk rasa yang membanjiri jalan-jalan.

Pemerintahan Hasina juga mengatakan pihaknya akan melarang partai Islam utama, Jamaat-e-Islami, dan sayap mahasiswanya, yang keduanya disalahkan oleh Dhaka atas kekerasan yang terjadi selama protes.

“Demi negara, keputusan ini telah dibuat,” kata Menteri Hukum Anisul Huq kepada Reuters.

Dhaka telah membentuk penyelidikan yudisial untuk menyelidiki kekerasan tersebut secara menyeluruh.