Polda Bali Ungkap Kasus Pengoplosan LPG Bersubsidi di Denpasar

Denpasar  – Kepolisian Daerah (Polda) Bali kembali mengungkap tindak pidana pengoplosan liquefied petroleum gas (LPG) bersubsidi di Jalan Tunjung Tutur III, Gang Pari, Desa Peguyangan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara. Pengungkapan ini merupakan bagian dari Operasi Cipta Kondisi (Ops Cipkon) Agung 2024.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali, Komisaris Besar Polisi, Jansen Avitus Panjaitan, mengungkapkan bahwa saat ini pelaku beserta barang bukti telah diamankan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali untuk penyidikan lebih lanjut. "Pelaku dan barang bukti sudah diamankan untuk proses penyidikan," katanya di Denpasar, Sabtu, 27 Juli.

Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat pada Kamis 25 Juli sekitar pukul 05.00 Wita. Tim Direktorat Reskrimsus Polda Bali yang tergabung dalam Satgas Penegakan Hukum (Gakkum) Ops Cipkon melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar gas yang disubsidi pemerintah, serta pemindahan atau pengoplosan gas LPG di lokasi yang dicurigai.

Satgas Gakkum menemukan sebuah gudang yang diduga terlibat dalam kegiatan tersebut. Pemilik gudang, yang berinisial INS, bersama dengan seorang buruh bernama EIS, ditemukan sedang melakukan pemindahan LPG subsidi 3kg ke dalam tabung LPG ukuran 50kg. Selain itu, di dalam gudang ditemukan beberapa tabung LPG 50kg dalam keadaan terisi, tabung LPG ukuran 12kg dan 3kg, serta peralatan terkait.

Barang bukti yang disita meliputi 40 tabung LPG ukuran 50kg dalam keadaan terisi, 19 tabung LPG ukuran 12kg terisi, empat tabung LPG ukuran 12kg kosong, 34 tabung LPG ukuran 3kg terisi, 78 tabung LPG ukuran 3kg kosong, 13 pipa besi, satu gunting kuku, 250 karet seal tabung LPG, dan satu unit mobil Suzuki Carry Pick Up warna hitam.

"Pelaku INS (pemilik gudang) dan EIS (karyawan gudang) saat ini masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Ditreskrimsus Polda Bali," jelas Jansen.

Kedua pelaku terancam pidana sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dan/atau Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.