Kebijakan Penanganan COVID-19 di Bolivia Diprotes Pekerja Seks Komersial

JAKARTA - Tidak semua negara memberlakukan lockdown. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Alih-alih lockdown, beberapa negara memberlakukan kebijakan lain seperti karantina. Untuk Bolivia, selain karantina, negara tersebut juga memberlakukan jam malam, yang kemudian diprotes para pekerja seks komersial.

Jam malam yang diberlakukan oleh Presiden sementara Bolivia untuk menekan penyebaran COVID-19 menghadapi tentangan. Penentangan tersebut datang dari dari pekerja seks, yang mana pekerjaan mereka dilakukan pada malam hari dan kini mereka menghadapi masalah yang genting, yaitu kesulitan secara ekonomi.

Seorang pekerja seks yang menyebut namanya Grisel mengatakan, dia biasanya mengasuh tiga anaknya di siang hari dan bekerja di malam hari. Seperti banyak pekerja seks Bolivia, ia adalah bagian dari kolektif pekerja seks. Prostitusi legal di negara ini, meski tidak begitu banyak mendapatkan perhatian.

"Lagi pula, kami tidak menghasilkan banyak uang. Saya bekerja untuk apa yang saya butuhkan, tetapi saya juga berusaha untuk berhati-hati," kata Grisel dikutip dari Reuters, Selasa, 24 Maret.

Lily Cortes, seorang perwakilan serikat pekerja seks Bolivia, mengatakan bahwa jika badan hukum yang menaungi mereka tidak dapat berfungsi.

"Sayangnya pekerja seks akan pergi bekerja di jalanan akan menhasilkan penghasilan yang lebih buruk," kata Cortes. 

"Kami juga bagian dari masyarakat Bolivia. Kami adalah pekerja seks, seorang wanita, bibi dan nenek yang juga harus khawatir tentang jam kerja kami," tambah Cortes.

Di lingkungan El Alto, sebuah daerah miskin yang berada di La Paz, terdapat lebih dari 50 perusahaan berlisensi terpaksa tutup setelah pemerintah Bolivia memberlakukan jam malam. Jam malam diberlakukan dari pukul 5 sore hingga 5 pagi. Pada Minggu 22 Maret, Bolivia memasuki 14 hari sejak hari pertama penutupan banyak kantor. 

Bolivia merupakan salah satu negara termiskin di Amerika. Di negara tersebut terdapat 24 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dan tidak ada korban meninggal. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kementerian Kesehatan Bolivia. 

Mahkamah Pemilihan Umum Bolivia juga mengumumkan bahwa akan menunda pemilihan pemilu hingga tanpa batas waktu. Langkah itu membuat Bolivia terseret ke masalah baru yaitu krisis politik mengingat kini Bolivia tidak memiliki presiden sejak Evo Morales mengundurkan diri pada November 2019 dan meninggalkan negara itu.

Evo Morales secara kontroversial memenangi pemilihan, tetapi mengundurkan diri tiga minggu kemudian di bawah tekanan dari protes yang keras. Sementara itu, presiden sementara Bolivia Jeanine Anez mengatakan karantina nasional diberlakukan pada Minggu 22 Maret 2020.

"Ini keputusan yang sulit tetapi perlu untuk kebaikan semua orang. Kita harus di rumah selama 24 jam sehari. Ini adalah cara untuk mengalahkan COVID-19," kata Anez. 

Hanya satu orang per keluarga yang diizinkan keluar untuk membeli makanan. Selain itu, semua kendaraan akan dilarang digunakan kecuali yang membawa persediaan logistik.