Kemenperin Ungkap Kronologi Pengenaan Trade Remedies Impor Ubin Keramik
JAKARTA - Rencana penerapan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap keramik impor asal China menjadi perhatian publik dalam beberapa waktu belakangan ini.
Pejabat Fungsional Pembina Industri pada Direktorat Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam Kementerian Perindustrian Ashady Hanafie pun mengungkapkan kronologi penerapan perdagangan internasional melalui trade remedies untuk menyelamatkan industri keramik di dalam negeri.
Dia bilang ubin keramik ini sebenarnya sudah cukup lama memiliki permasalahan berat. Dia bilang, trade remedies sudah dikenakan untuk industri ini sejak 2016 silam.
“Ubin keramik ini sebenarnya sudah cukup lama memiliki permasalahan berat dan jadi trade remedies yang dikenakan itu sudah mulai tahun 2016 kita mulai mengajukannya. Karena sudah suffer (menderita),” katanya dalam diskusi Indef, di Jakarta, Selasa, 16 Juli.
Lebih lanjut, dia menjelaskan permasalahan yang dihadapi industri keramik ini muncul pada 2015 ketika harga gas naik. Kenaikan gas membuat kinerja industri keramik menurun. Bahkan, turut mendorong penurunan daya saing.
“Jadi mulai parahnya kenapa industri keramik kita turun itu, karena ada kenaikan harga gas. Jadi sebelum tahun 2015 itu kita jaya, daya saing kita tinggi. Bahkan utilisasi di atas 90 persen. Setelah itu (harga gas) naik mulai turun, drop kita rendah,” ucapnya.
Kondisi tersebut, sambung dia, diperparah dengan masuknya produk impor ke dalam negeri. Alhasil, industri keramik dalam negeri tidak lagi bisa bersaing.
“Kita kalah bersaing, diperparah dengan impor masuk. Karena kan kalau impor kalau memang murah pasti masuk, karena di Indonesia masih sampai saat ini konsen konsumennya untuk harga,” jelasnya.
Karena kondisi tersebut, sambung Ashady, pada Maret 2018 Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) mewakili lima IDN, PT Arwana Citramulia Tbk; PT Muliakeramik Indahraya; PT Jui Shin Indonesia; PT Asri Pancawarna dan PT Angsa Daya mengajukan permohonan penyelidikan tindakan pengamanan (safeguard) atas impor keramik kepada KPPI.
“Jadi mulai 2018 itu kita mulai memasukkan terkait dengan safeguard terlebih dahulu,” jelasnya.
Kemudian di tahun September 2018, lanjut Ashady, Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.010/2018 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor ubin keramik selama tiga tahun dengan besaran tarif, tahun pertama 23 persen, tahun kedua 21 persen, dan tahun ketiga 19 persen.
“Nah dalam perjalanan ya ternyata impor tetap masih masuk, masih berjalan. Kemudian diperpanjang dengan kita lanjut lagi di tahun 2021 akhirnya diperpanjang tiga tahun lagi itu tahun 2024 berakhirnya,” katanya.
“Tahun pertamanya 17 persen, tahun kedua 15 persen dan tahun ketiganya 13 persen. Jadi memang trendnya memang harus turun tidak bisa dinaikkan lagi, kalau sudah tinggi, turun, turun, turun seperti itu,” sambungnya.
Di 15 Maret 2023, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) memulai penyelidikan anti dumping atas impor ubin keramik asal China berdasarkan permohonan Asaki yang mewakili tiga IDN, yakni PT Jui Shin Indonesia; PT Satyaraya Keramindo Indah dan PT Angsa Daya (total pangsa 26 persen). Dimana periode penyelidikan dilakukan kerugian dilakukan 1 Juli 2019 hingga 30 Juni 2022.
BACA JUGA:
“Di sini ternyata makin parah impornya, makin banyak masuk, jadi kita mengambil tindakan kita mengajukan kembali untuk anti dumping kita mulai di 15 Maret 2023 telah dimasukkan oleh industri,” jelasnya.
Pada Mei 2024, KADI menerbitkan Laporan Data Utama Penyelidikan Anti Dumping dengan hasil sementara bahwa penjualan dan kapasitas mengalami peningkatan namun IDN Pemohon mengalami kerugian karena harga DN turun sedangkan HPP meningkat. Selain itu, persediaan juga terus bertambah.
Lalu, pada 15 Juni KADI menyelenggarakan public hearing. Kemudian di bulan Juli 2024, KADI menerbitkan Laporan Penyelidikan Akhir dengan rekomendasi pengenaan BMAD selama lima tahun.
“Kemudian dilanjutkan dengan ada penerbitan laporan dari KADI dan Mei, Juli, di akhir Juli itu keluar laporan akhir yang merekomen dikasikan atau mengusulkan untuk pengenaan biaya BMAD selama lima tahun besaran tarif antara 100,12 persen sampai 109,88 persen. Jadi dengan itu kita akan mengajukan atau melanjutkan proses untuk BMAD seperti itu,” jelasnya.