Kemenperin Beberkan Biang Kerok Permasalahan Industri TPT Saat Ini
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, sejumlah permasalahan yang tengah dihadapi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita mengatakan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor TPT terus terjadi. Tercatat, saat ini sudah ada 14.000 orang yang terkena PHK.
"Untuk industri besar memang ini ada beberapa PHK yang dilakukan. Walaupun kalau dihitung juga tidak lebih dari 20.000, hanya 14.000 (orang)," ujar Reni dalam diskusi media tentang Permendag Nomor 8 Tahun 2024, Wujud Nyata Denormalisasi Industri Petrokimia Nasional di kantor Kemenperin, Jakarta, Senin, 8 Juli.
Dia pun mengungkapkan, sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor TPT. Pertama, banjirnya impor produk jadi dengan harga yang sangat murah berhadapan langsung dengan produksi dalam negeri.
"Persetujuan impor (PI) oleh Kemendag tidak mempertimbangkan faktor harga dan supply-demand," katanya.
Lalu, adanya banjir impor yang dijual melalui market place dan social media, seperti TikTok Shop dan lain sebagainya. Kemudian, impor ilegal dan impor pakaian bekas (thrifting)
"Adanya stigma sunset industry menyulitkan industri TPT dalam mengakses sumber pembiayaan, padahal persentase permesinan TPT rata-rata di atas 20 tahun," ucapnya.
Berikutnya, penurunan utilisasi industri konveksi dan alas kaki IKM sebesar rata-rata 70 persen sejak pemberlakuan Permendag 8/2024.
Kemudian, permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada penurunan permintaan pakaian jadi dan alas kaki dari negara tujuan ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa.
"Kerja sama perdagangan I-EU CEPA Belum ditandatangani," tuturnya.
Baca juga:
Menurut Reni, bila PHK besar-besaran terus terjadi di sektor industri TPT, nantinya akan menimbulkan hilangnya SDM-SDM terampil di sektor tersebut.
"Ini juga menjadi pekerjaan rumah (PR) kami bersama apa yang sudah dilakukan terkait dengan upskilling, kemudian juga ada beberapa SDM yang sudah punya SKKNI-nya, ini juga akan hilang," imbuhnya.