Bantah Lakukan Framing di Kasus SYL, KPK: Kami Bekerja Sesuai Bukti
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah bekerja sesuai bukti yang dimiliki dalam mengusut dugaan pemerasan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menanggapi pledoi yang dibacakan oleh Syahrul di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 5 Juli. Salah satu poin yang disampaikan bekas menteri itu adalah dia merasa jadi korban framing negatif sejak awal kasus yang menjeratnya bergulir.
“Terkait permasalah framing yang disampaikan oleh terdakwa SYL, KPK hanya bekerja di dalam kerangka hukum berdasarkan kecukupan alat bukti,” kata Tessa saat dikonfirmasi VOI, Sabtu, 6 Juli.
Meski begitu, Tessa menyebut yang disampaikan Syahrul dalam pledoi adalah haknya sebagai tersangka. Dia boleh menyampaikan pembelaan di hadapan majelis hakim.
“Merupakan hak terdakwa untuk menyampaikan segala hal dalam pledoinya,” tegas juru bicara berlatar penyidik itu.
“(Tapi, red) kami yakin atas dakwaan yang disampaikan JPU KPK, majelis hakim akan memberi putusan terbaik berdasarkan fakta yang muncul di persidangan,” sambung Tessa.
Diberitakan sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo yang merupakan terdakwa dalam dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim dirinya menjadi korban framing negatif. Dia mengaku mendengar informasi tersebut.
“Saya mendengar informasi bahwa terjadi pembentukan framing, opini yang mengarah pada cacian, hinaan, olok-olok serta tekanan yang luar biasa dari pihak tertentu kepada saya dan keluarga saya,” katanya dalam pledoi atau nota pembelaan yang dibacakannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 5 Juli.
Ia menyebut framing itu bahkan muncul sejak penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadapnya. Kala itu, terdengar opini negatif yang menyatakan dirinya menghilang dan melarikan diri.
Padahal faktanya, kata Syahrul, ia sedang melaksanakan tugas di luar negeri ketika itu. Tudingan tersebut kemudian dianggap melampaui batas keadaban masyarakat Indonesia karena mengarah pada berita bohong atau hoaks.
"Hal tersebut hampir membuat saya putus asa mengingat saya selama ini berniat untuk bekerja memberikan pengabdian terbaik bagi bangsa dan negara di seluruh rakyat Indoneisa," ucapnya.
Framing ini juga disebutnya sebagai vonis yang mendahului putusan hakim karena seolah mengabaikan asas praduga tak bersalah. Dia juga menuding anggapan ini diproduksi secara sistematis.
Buktinya, banyak tuduhan sesat yang menganggap dirinya sebagai manusia yang rakus dan maruk. ”Hal tersebut (framing) saya yakini dirangkai untuk mempengaruhi publik dan membunuh karakter saya dan mungkin juga berniat untuk mempengaruhi majelis hakim dalam memutuskan perkara ini," tegas Syahrul.