Mendag Sebut Tujuh Komoditas Impor Bakal Kena Bea Masuk 50 hingga 200 Persen
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan ada tujuh komoditas impor akan dikenakan bea masuk tambahan. Dia bilang pengenaan pajak tambahan ini dilakukan pemerintah sebagai upaya menyelamatkan industri di dalam negeri.
Ketujuh komoditas impor tersebut adalah produk tekstil, elektronik, keramik, alas kaki, pakaian jadi, produk tektil jadi, dan komestik. Adapun pajak tambahan tersebut berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).
“Rapat terbatas (di Istana) kemarin memutuskan ada tujuh yang harus mendapatkan perhatian khusus. Jadi tujuh itu tentu kita Kemendag akan melakuakn segala upaya sesuai dengan ketentuan dan aturan. Baik aturan kita nasional atau yang sudah disepakati lembaga-lembaga dunia,” katanya kepada wartawan, di Jakarta, Jumat, 5 Juli.
Pria yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan saat ini pihaknya masih mengkaji besaran biaya masuk tambahan yang akan dikenakan terhadap tujuh komoditas impor tersebut.
“Nanti dihutung, (besaran impornya) bisa 50 persen, 100 persen sampai 200 persen. Jadi tergantung dari hasil KPPI, 200 persen, bisa 100 persen,” tuturnya.
Lebih lanjut, Zulhas mengatakan pajak tambahan ini tidak hanya akan dikenakan kepada produk impor asal China, tetapi bisa semua negara.
“BMTP akan bisa mengamankan produk-produk kita. (Barang impor) dari mana saja, dari Eropa, Australia, dari mana misalnya Tiongkok. Tidak satu negara, dan semua negara bisa mengenakan bea masuk tindakan pengamanan,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan rencana mengenai bea masuk dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China, masih dibahas oleh berbagai pihak.
Baca juga:
“Itu kan kita lihat bersama-sama, jadi terutama Kementerian Perindustrian menyampaikan bahwa kita harus lihat dari hulu sampai hilirnya. Mulai dari bahan baku seperti serat, lalu sampai kain, sampai pakaian jadi, nah itu kan semuanya ada produksi di Indonesia,” kata Febrio kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat 5 Juli.
Ia menuturkan pemerintah ingin menjaga agar produksi di Indonesia bisa tetap berjalan dengan baik di tengah kondisi di Tiongkok yang mengalami kelebihan kapasitas (overcapacity), sehingga menyebabkan ekspor yang berlebihan dan terjadinya praktik dumping.
“Sehingga kita melihat bagaimana produksi di Indonesia ini bisa tetap berjalan dengan baik di tengah sekarang memang kondisi di Tiongkok terutama overcapacity, jadi memang terjadi ekspor yang berlebihan dan kadang-kadang juga bisa terbukti bahwa mereka menjual dengan dumping,” ujarnya pula.