Bos BI Perry Warjiyo: Kebijakan The Fed Jadi Biang Keladi Lemahnya Rupiah di Maret 2021
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pelemahan rupiah yang terjadi pada sepanjang Maret 2021 tersebut dipengaruhi oleh kenaikan imbal hasil (yield US Treasury/UST) sebagai akibat dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed.
“Kebijakan tersebut membuat mata uang dolar AS menjadi menguat yang kemudian berimbas pada pelemahan nilai tukar rupiah,” ujarnya dalam konferensi pers virtual usai menggelar Rapat Dewan Gubernur pada Kamis, 18 Maret.
Menurut Perry Warjiyo, menguatnya dolar AS yang kemudian berbuntut pada tersendatnya aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik.
“Kami mencatat yield US Treasury saat ini berada di level 1,62 persen untuk 10 tahun yang naik dari sebelumnya 1,40 persen,” tuturnya.
Menanjaknya imbal hasil tersebut dikatakan Perry sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi AS yang terus membaik sesuai tren.
Untuk diketahui, rupiah sampai dengan 17 Maret 2021 mencatat depresiasi sekitar 2,62 persen secara year-to-date dibandingkan dengan level akhir 2020. Hingga Kamis, 18 Maret pukul 16.00 rupiah diperdagangkan dikisaran Rp14,431 perdolar AS.
Meski demikian, Gubernur BI menegaskan jika pelemahan mata uang domestik tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga banyak negara berkembang seperti Brazil, Meksiko, Korea Selatan, dan Thailand.
Baca juga:
“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, dia mengungkapkan pula bahwa otoritas moneter memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Selain itu otoritas moneter juga tidak merubah suku bunga Deposit Facility yang sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
“Keputusan ini diambil guna meredam ketidakstabilan di pasar internasional dan juga untuk mempertahankan nilai tukar rupiah,” tutupnya.