BMKG: Peningkatan Suhu Perkotaan di Indonesia Masuk Terbesar Global
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan peningkatan suhu wilayah perkotaan di Indonesia masuk terbesar dalam perhitungan nilai Land Surface Temperature (LST) global. Ini perlu perhatian semua pihak.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menerangkan, suhu perkotaan yang kemudian disebut (Urban Heat Island/UHI) merupakan fenomena alam berupa tingginya temperatur daerah perkotaan dibandingkan pedesaan.
"Fenomena ini dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya struktur geometris kota yang rumit, sedikitnya vegetasi, hingga efek rumah kaca. Selain itu, perubahan tutupan lahan yang menjadi lahan terbangun juga memperparah terjadinya UHI," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Antara, Jumat, 27 Juni.
BMKG mencatat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, efek UHI relatif cukup kuat dirasakan hingga sejumlah kota besar di Indonesia; seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Medan, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Bandung termasuk dalam 20 persen kota dengan nilai Land Surface Temperature (LST) terbesar itu.
Bila merujuk dalam banyak penelitian Kota Semarang mencatatkan nilai LST tertinggi yakni mencapai 39,4 celcius pada tahun 2019 dan Kota Surabaya pada tahun 2021 menunjukkan nilai LST tertinggi di Kota Surabaya mencapai 38,5 celcius.
Dwikorita menerangkan tidak menutup kemungkinan dalam waktu ke depan peningkatan itu akan terus terjadi bila tidak dikendalikan bahkan dalam hal ini Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan bahwa tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental.
Meski tidak ditemukan di Indonesia namun, kata dia, dalam catatan WMO pada tahun 2023 terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana heat wave extream yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa dengan anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat celcius di atas zaman pra industri.
Angka itu nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 celcius.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut mengungkapkan bahwa rekor iklim global yang terjadi di tahun 2023 bukanlah kejadian acak atau kebetulan, melainkan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan yaitu perubahan iklim yang semakin nyata.
Baca juga:
- Jumat Siang, SYL dan Dua Mantan Anak Buahnya Jalani Sidang Pembacaan Tuntutan
- SYL Serahkan Uang Rp1,3 Miliar ke Firli Bahuri, Polda Metro: Dua Kali di Dua TKP
- Usai Dicecar Penyidik KPK, Budi Sylvana Mengaku Hanya PPK Pengganti Saat Pengadaan APD
- IDAI Serukan Pentingnya Pemerataan Layanan Kesehatan Anak di Indonesia
Maka dari itu, BMKG secara khusus mengingatkan sudah saatnya dilakukan langkah atau gerak bersama tidak hanya pemerintah, namun seluruh komponen masyarakat, juga sektor swasta, akademisi, media, lembaga swadaya masyarakat, dan lain sebagainya termasuk anak-anak muda Indonesia untuk memitigasi faktor pemicu peningkatan suhu tersebut.