Kemenko PMK Klaim 25 dari 62 Daerah Tertinggal Berhasil Dientaskan, Temasuk di Pulau Sumatera-Papua
JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan sebanyak 25 dari 62 daerah tertinggal di Indonesia yang menjadi target pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 telah berhasil dientaskan.
Plt Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan dan Penanggulangan Bencana Kemenko PMK Sorni Paskah Daeli menyebutkan, ke-25 daerah tersebut tersebar di sejumlah wilayah di Sumatera, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua.
"Jadi, mulai awal 2025, ke-25 daerah ini sudah tidak masuk lagi daerah tertinggal dan bisa entas dari stigma sebagai daerah tertinggal," katanya pada kegiatan diskusi, Senin 24 Juni, disitat Antara.
Sorni mengatakan, penilaian status daerah tertinggal tersebut dihitung pada 2022 hingga 2023, dengan Nilai Indeks Daerah Tertinggal di atas 60.
"Ke-25 daerah ini yang dimulai dari 2018 sebenarnya sudah menunjukkan peningkatan dan terutama pada akhir-akhir ini semakin baik. Bahkan, ada yang di atas 73 yaitu Kabupaten Lombok Utara, itu sangat tinggi," ujarnya.
Baca juga:
- Kasus Anak Bunuh Ayah di Duren Sawit, Tersangka Sempat Pura-pura Tak Tahu
- PPDB SMAN di Depok Bermasalah di Tengah Gangguan PDN, Akun Pendaftar Isinya Ijazah, Rapor dan KK Siswa Bekasi
- Netanyahu Tegaskan Perang Terus Berlanjut Meski Israel Sepakati Gencatan Senjata dengan Hamas
- Perkirakan Sektor Lain Terdampak Gangguan PDN, Komisi I DPR: Sedang Dimitigasi
Menjelang akhir RPJMN 2020-2024, Sorni juga mengatakan adanya kemungkinan tiga hingga empat wilayah lagi yang berpeluang dientaskan dari status daerah tertinggal.
"Sekarang kita masih lihat ciri-cirinya kan berdasarkan hitungan angka indeks komposit, tetapi belum ditetapkan oleh pemerintah bahwa dia entas. Namun dari tren itu, kelihatan sudah menuju ke lebih baik. Nah tinggal nanti gongnya pada awal tahun 2025," katanya.
Adapun terkait capaian yang baru mencapai 25 dari 62 daerah, kata dia, menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk dapat segera diselesaikan di masa yang akan datang.
Salah satu penyebabnya, ungkap dia, adalah persoalan infrastruktur yang memiliki beban poin yang besar dalam Nilai Indeks Daerah Tertinggal, sedangkan di beberapa wilayah seperti di pedalaman Papua, infrastruktur menjadi hal yang masih dikebut oleh pemerintah.
"Kami juga sedang melakukan diskusi-diskusi, terutama dengan kementerian/lembaga terkait mengenai indikator ini, kalau memang menurut kita sudah tidak pas, maka perlu penyesuaian. Nanti indikator itu akan dimasukkan di dalam RPJMN 2025-2029," tandasnya.