Penerapan Permen LHK untuk Menghitung Kerugian Negara Dalam Kasus Timah Dianggap Salah Kamar

JAKARTA - Kuasa Hukum CV VIP, Andy Inovi Nababan menilai bahwa penerapan Permen LHK Nomor 7/2014 untuk menghitung kerugian negara riil dari perkara korupsi timah merupakan kekeliruan besar.

Pasalnya, hasil penghitungan senilai Rp271 triliun itu merupakan kerugian ekologis dari kerusakan lingkungan. Sementara pasal yang digunakan untuk menjerat para tersangka menggunakan pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Padahal angka itu belakangan berulang kali ditegaskan adalah kerugian ecologist, yang dipakai adalah peraturan menteri Lingkungan Hidup, tapi untuk tindak pidana korupsi ini sudah salah kamar pak," kata Andy dalam keterangan tertulis, Jumat, 14 Juni.

Dengan melambungnya angka kerugian negara yang salah ambil dari penerapan pasal, kata Andy, hal ini membuat opini publik berasumsi para tersangka layaknya penjahat kakap lantaran melakukan tindakan pidana.

"Angka yang sudah didengungkan, let say 3 bulan terakhir angka Rp271 triliun, sehingga banyak orang berfantasi kalau uang 271 itu dipakai bisa untuk apa, semua orang berasumsi lalu memvisualisasikan kepada selebritas-selebritas tertentu," kata dia.

"Bahasa sederhana saya seperti ini, bapak pakai aturan dalam FIFA untuk pertandingan tinju, ketika dipukul petinjunya jatuh, malah dikasih kartu merah kan itu yang terjadi," sambung Andy.

Oleh karena itu, Andy mengatakan bahwa penerapan Permen LHK No 7/2014 dalam penindakan kasus korupsi timah, akan menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia.

"Ke depan atas nama kerusakan lingkungan, kalau dipakai perhitungan tersebut, bisa dikatakan korupsi dan kemudian dianggap sebagai kerugian negara yang tidak terbatas BUMN. Siapapun perusahaan bisa dipidanakan nantinya ke depan," kata dia.