Pengamat Sebut Panas Bumi Belum Jadi Prioritas Utama Pemerintah dalam Transisi Energi

JAKARTA - Pengamat energi Komaidi Notonegoro menilai, panas bumi belum menjadi prioritas utama pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan transisi energi.

Dikatakan Komaidi, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 hingga 2030 menetapkan target penambahan pembangkit energi baru dan energi terbarukan (EBET) sampai tahun 2030 adalah 20,9 GW. Sekitar 66 persen dari target tambahan kapasitas tersebut berasal dari PLTA dan PLTS masing-masing sebesar 9,2 GW dan 4,6 GW.

"Sementara kapasitas pembangkit panas bumi direncanakan hanya akan bertambah sekitar 3,4 GW atau 16 persen daru total tambahan pembangkit EBET," ujar Komaidi, Kamis 13 Juni.

Ia melanjutkan, relatif sama dengan RUPTL 2021 hingga 2030, target pemanfaatan panas bumi dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) juga tampak tidak menjadi prioritas utama.

"Penambahan kapasitas pembangkit EBET dalam dokumen KEN difokuskan pada pembangkit bioenergi, PLTA dan PLT Surya," sambung Komaidi.

Sampai dengan tahun 2050, kapasitas pembangkit dari ketiganya ditargetkan masing-masing sebesar 26 GW, 38 GW dan 45 GW. Sementara pada periode yang sama kapasitas pembangkit listrik panas bumi ditargetkan sebesar 17,5 GW.

Padahal, kata dia, pengusahaan dan pemanfaatan panas bumi berpotensi memberikan manfaat positif terhadap kondisi makro moneter Indonesia.

Dengan asumsi rata-rata harga minyak mentah 100 dolar AS per barel, konversi seluruh PLTD di Indonesia dengan menggunakan energi panas bumi (PLTP) dapat menghemat devisa impor migas sekitar 6,07 miliar dolar AS untuk setiap tahunnya.

"Penghematan tersebut akan memberikan manfaat positif terhadap kondisi neraca perdagangan dan peningkatan nilai tukar rupiah," tambah dia.

Komaidi menyebut, pemanfaatan panas bumi untuk sumber energi domestik dapat membantu mewujudkan ketahanan ekonomi nasional.

Sumber energi panas bumi terbebas dari risiko kenaikan harga energi primer seperti yang terjadi pada energi fosil pada umumnya.

"Karena relatif terbebas dari risiko kenaikan harga, pemanfaatan energi panas bumi dapat membantu menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional," pungkas Komaidi.