Ada Teknologi Stent Bioadaptor, Penderita Jantung dan Diabetes Tak Perlu Berobat ke LN
JAKARTA – Sekelompok peneliti internasional yang dipimpin oleh Prof Shigeru Saito dari Jepang baru-baru ini merilis hasil studi klinis 24 bulan yang membandingkan teknologi stent terbaru Bioadaptor dengan stent DES (Drug Eluting Stent) konvensional.
Hasil studi ini diumumkan pada konferensi Intervensi Kardiovaskular terbesar di Eropa, EuroPCR 2024, dalam rangka mengembangkan solusi jangka panjang yang aman dan efektif bagi pasien jantung koroner.
Penelitian klinis menunjukkan hasil yang superior dengan tingkat kegagalan sebesar 1,9 persen dibandingkan dengan 5,5 persen atau 65 persen lebih baik antara Bioadaptor dibandingkan DES setelah dua tahun pasca prosedur.
Studi tersebut bahkan mengemukakan hasil yang terbukti lebih efektif bagi pasien jantung berusia muda dan pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes.
Hampir 40 tahun telah berlalu sejak prosedur percutaneous coronary intervention (PCI) pertama dilakukan untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit dengan memasang stent ke dalam pembuluh darah.
Walaupun efektif melebarkan pembuluh darah, metode pemasangan stent ini sering kali menyebabkan insiden penyempitan pembuluh darah berulang (restenosis).
Berbagai inovasi telah dikembangkan untuk mengurangi terjadinya restenosis, ditandai dengan ditemukannya inovasi Stent Bersalut Obat (DES) yang melepaskan obat-obatan ke pembuluh darah dengan hasil yang terbukti lebih baik.
Walaupun terdapat perkembangan yang signifikan, komplikasi jangka panjang tetap tidak terhindarkan pada penggunaan DES.
Sekitar 20-50 persen pasien masih mengalami penyempitan pembuluh darah setelah 5-10 tahun pascaprosedur PCI.
Stent permanen DES dapat membatasi pergerakan alami dan kemampuan pembuluh darah untuk beradaptasi, sehingga meningkatkan potensi kejadian klinis seperti serangan jantung, gagal jantung, dan pemasangan stent ulang.
Risiko penyempitan pembuluh darah ini bahkan dua kali lebih tinggi pada penderita jantung yang mengidap diabetes.
Karena itu, inovasi terbaru Stent Bioadaptor memberikan angin segar bagi pasien jantung, terutama bagi penderita diabetes, mengingat hasil uji klinis menandakan tingkat keamanan dan efektivitas yang lebih baik untuk mengatasi penyumbatan pembuluh darah dan mendukung kondisi kesehatan jantung secara jangka panjang.
Bagaimana Bioadaptor bekerja melampaui Stent Bersalut Obat (DES)?
Spesialis Jantung dan Pembuluh Koroner Dr. dr. Vito Anggarino Damay menjelaskan, masing-masing bekerja dengan cara yang berbeda meskipun keduanya efektif membuka arteri yang tersumbat.
Bioadaptor adalah stent terbaru yang menggabungkan fungsi Stent Bersalut Obat (DES) dengan Stent Polimer Bioresorbable (BRS) menggunakan materi biodegradable untuk mendukung pemulihan fungsi arteri.
Dengan desain 3 helai heliks metal bersalut obat dan elemen “uncaging” yang beradaptasi dengan pembuluh darah setelah enam bulan, Bioadaptor memulihkan gerakan dan fungsi pembuluh koroner serta mengembalikan fungsi alami pembuluh darah.
Bioadaptor memiliki tiga fase perawatan dimulai dengan membuka dan memperlancar pembuluh darah, lalu melepaskan obat-obatan secara bertahap untuk mengontrol pembentukan jaringan sehat.
Setelah pemulihan, Bioadaptor melakukan adaptasi struktural, memungkinkan pembuluh darah bergerak dan berfungsi secara alami.
DES efektif memulihkan peredaran darah di fase pertama, tetapi desainnya menghalangi pembuluh darah bergerak alami, meningkatkan risiko komplikasi jantung jangka panjang seperti serangan jantung dan pemasangan stent ulang.
Prof. Dr. Teguh Santoso dari Rumah Sakit Medistra Jakarta menegaskan bahwa Bioadaptor membawa harapan baru bagi penderita jantung koroner.
Stent DES memiliki risiko penyempitan arteri berulang (restenosis) dalam jangka panjang, dengan risiko komplikasi akut sebesar 20 persen setelah 5 tahun dan 50 persen setelah 10 tahun.
Ini menjadi kekhawatiran bagi pasien muda yang aktif. Bioadaptor mengurangi risiko MACE karena memulihkan fungsi fisiologis pembuluh koroner.
“Bioadaptor cocok untuk sebagian besar jenis kasus PCI dengan tingkat keamanan dan efikasi yang sangat baik,” kata dia.
Ismi Purnawan dari RSPAD menjelaskan, pasien usia produktif berusia relatif lebih muda dan memiliki gaya hidup aktif sehingga harus mengantisipasi risiko restenosis setelah pemasangan stent DES.
"Bioadaptor memungkinkan aliran darah lebih besar dan pemulihan pergerakan pembuluh darah kembali ke fungsi alami. Pada pasien diabetes, teknologi Bioadaptor terbukti lebih efektif mengurangi risiko MACE," ujarnya.
Prof Ribicini dari Italia menambahkan bahwa setelah PCI, pasien diabetes memiliki risiko serangan jantung dua kali lebih tinggi, terutama yang bergantung pada insulin.
“Bioadaptor memberikan harapan bagi pasien jantung dengan diabetes, yang terbukti aman dan efektif menyembuhkan pembuluh darah yang tersumbat serta mendukung kesehatan jantung jangka panjang,” tuturnya.
Teknologi terbaru Bioadaptor ini telah dikembangkan dan diuji selama lebih dari enam tahun di berbagai negara. Di Indonesia, pemasangan pertama dilakukan pada Juni 2022 di Rumah Sakit Medistra Jakarta oleh Prof Dr Teguh Santoso.
Hingga saat ini, lebih dari 200 tindakan telah dilakukan.
Peneliti utama Bioadaptor dari Jepang Prof Dr Shigeru Saito, mengungkapkan hasil studi menunjukkan penurunan 78 persen kejadian klinis pada pasien dengan penyakit di arteri kiri (LAD).
“Bioadaptor berpotensi menjadi standar baru dalam pengobatan pasien Jantung Koroner,” ujarnya.
Country Manager Elixir Medical Indonesia Ati Saraswati menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir, rumah sakit di Indonesia tidak kalah dalam mengadopsi teknologi terbaru di pengobatan Jantung karena dokter Jantung di Indonesia terus mengikuti perkembangan inovasi teknologi terbaru.
“Kami sangat bangga dapat menghadirkan Bioadaptor sebagai salah satu terobosan paling signifikan dalam desain implant ring jantung koroner selama 30 tahun terakhir,” tuturnya.
Baca juga:
Bioadaptor telah tersedia di sejumlah rumah sakit dengan fasilitas jantung terbaik seperti RS Medistra, RS Harapan Kita, RS Mandaya, Brawijaya Hospital, RS Jakarta Heart Centre (JHC), RS Binawaluya, RS Mitra Kelapa Gading, RS Siloam Kebon Jeruk dam Lippo Village, RSPAD Gatot Soebroto, Eka Hospital Cibubur, Tangerang, Primaya Hospital Tangerang dan RS Abdi Waluyo.
“Besar harapan kami, pasien tidak perlu pergi ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan jantung, karena rumah sakit di tanah air telah menawarkan fasilitas yang canggih, teknologi dan solusi terbaru seperti Bioadaptor, dan yang tidak kalah pentingnya didukung dokter-dokter spesialis jantung dan kardiovaskular terbaik, seperti yang hadir mewakili Indonesia di ajang EuroPCR 2024 ini dan mendapatkan pengakuan dunia kardiovaskular internasional,” tutupnya.