Bawaslu Hormati Putusan MA Terkait Batas Usia Minimal Calon Kepala Daerah

JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Lolly Suhenty, menyatakan bahwa pihaknya menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) mengenai batas minimal usia calon kepala daerah.

Putusan tersebut mengubah batas usia minimal calon gubernur (cagub) dan wakil cagub menjadi 30 tahun, serta 25 tahun untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota, yang dihitung sejak pasangan calon terpilih.

"Kalau putusan MA kan Bawaslu pelaksana undang-undang. Jadi dalam konteks ini tentu Bawaslu harus hormati seluruh proses yang sudah berjalan," ujar Lolly dalam Media Gathering Pengawasan Tahapan Pemilihan Serentak 2024 di Nusa Penida, Klungkung, Bali, Sabtu malam, 1 Juni.

Lolly menjelaskan bahwa Bawaslu, sebagai pelaksana undang-undang, menghormati seluruh proses hukum yang telah berlangsung. Ia juga menambahkan bahwa putusan MA ini sedang ditunggu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk disinkronkan dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

"Kita tunggu dalam prosesnya, karena KPU itu akan memasukkannya dalam PKPU yang saat ini sudah dalam proses," jelasnya.

Sebagai informasi, MA mengabulkan permohonan uji materiil dari Partai Garuda terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah. Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim MA pada Rabu, 29 Mei 2024.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," bunyi putusan yang dilansir dari laman resmi MA di Jakarta, Kamis.

Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

MA juga menyatakan bahwa pasal dalam PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai “…berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih”.

Sebelumnya, pasal tersebut mengharuskan Warga Negara Indonesia (WNI) untuk berusia paling rendah 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon. Dengan dikabulkannya permohonan Partai Garuda, terjadi perubahan pada syarat batas minimal usia dan titik penghitungan usia calon.

Dalam pertimbangannya, MA berpendapat bahwa penghitungan usia bagi calon penyelenggara negara, termasuk calon kepala daerah, harus dihitung sejak tanggal pelantikannya atau sesaat setelah berakhirnya status calon tersebut sebagai calon, baik sebagai calon pendaftar, pasangan calon, maupun calon terpilih.

Menurut MA, apabila penghitungan usia calon kepala daerah hanya dibatasi pada saat penetapan pasangan calon, maka ada potensi kerugian bagi warga negara atau partai politik yang tidak dapat mencalonkan diri atau mengusung calon kepala daerah yang baru akan mencapai usia 30 tahun bagi gubernur/wakil gubernur dan 25 tahun bagi bupati/wakil bupati ketika telah melewati tahapan penetapan pasangan calon.

MA juga berpendapat bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tidak hanya ditujukan untuk KPU selaku penyelenggara pemilu, tetapi juga kepada seluruh warga negara yang berhak mencalonkan dan dicalonkan.