Anggota DPR Minta AstraZeneca Dibuang Saja Jika Izin Vaksin Nusantara Terawan Dipersulit
JAKARTA - Komisi X DPR heran Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) mempersulit izin pengembangan vaksin Nusantara buatan dalam negeri yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Padahal, BPOM baru saja memberikan izin darurat penggunaan vaksin AstraZeneca asal Inggris.
Alotnya pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II BPOM kepada kandidat vaksin Nusantara, membuat DPR geram.
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay lantas meminta BPOM menyetop pemberian izin penggunaan darurat (EUA) segala merek vaksin produksi perusahaan farmasi luar negeri. Ia menilai BPOM tidak konsisten dalam memberikan izin penggunaan vaksin.
"Saya minta, setiap vaksin yang datang ke RI ini protokolnya dibuat sama. Tolong itu AstraZeneca jangan pakai dulu, kalau perlu buang saja itu lalu pulangkan, walaupun itu vaksin gratis. Karena protokolnya tidak sama dengan kemarin Sinovac itu," tegas Saleh dalam Rapat Kerja (Raker) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 10 Maret.
Saleh kemudian menyoroti vaksin AstraZeneca yang tidak melalui uji klinis di Indonesia namun sukses diloloskan di dalam negeri. Sementara vaksin buatan anak bangsa seperti vaksin Nusantara justru cenderung dipersulit perizinannya.
Padahal menurut Saleh, uji klinis dengan populasi luar negeri belum menjamin akan cocok dan aman digunakan untuk populasi Indonesia.
"Ini giliran vaksin Nusantara kenapa ini harus begono-begini, sementara pada saat vaksin asing datang ke Indonesia, EUA dipercayakan kepada negara lain," sindirnya.
Karena itu, ketua Fraksi PAN itu meminta agar vaksin produk luar negeri harus melalui uji klinis seperti yang dilakukan Tim peneliti Universitas Padjajaran Bandung yang menyasar 1.620 relawan untuk vaksin asal perusahaan China, Sinovac.
Saleh pun menuding BPOM tak lagi independen dan memiliki standar ganda. Sebab, dalam pemaparan BPOM, salah satu alasan pemberian PPUK uji klinis fase II vaksin nusantara tak lekas diberikan lantaran uji pra-klinis terhadap binatang dilakukan oleh pihak sponsor. Dalam hal ini, vaksin Nusantara disponsori AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat.
Baca juga:
- Ibu-ibu Merapat, Ada Diskon Minyak Goreng dan Gula Pasir di Pasar Murah Disperindag Banjarmasin
- Amnesty International Sebut Militer Myanmar Gunakan Taktik Perang Hadapi Pengunjuk Rasa
- Thailand Buat Larangan Demo Mahasiswa Asing, Diduga Cegah Eskalasi Protes Kudeta Myanmar
- Gebrakan Wali Kota Bobby Nasution Garap Pelebaran Jalan di Medan: Jangan Biarkan Terbengkalai
"Ini tadi penelitian binatang dipercayakan negara lain tidak boleh. EUA yang menyangkut nyawa orang kita percaya pada negara lain, standar ganda begini ini lho ada apa ini," pungkas Saleh.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan penelitian vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah medis. Dia menegaskan, BPOM independen dan transparan yang akan mendukung pengadaan vaksin nusantara.
Namun Penny juga menekankan bahwa seluruh proses pengembangan vaksin harus lolos tahapan yang berbasis ilmiah.
"BPOM akan transparan, kami tidak memiliki kepentingan untuk menutupi apapun. Tapi ini merupakan sebuah proses yang berbasis scientific," jawab Penny.