Buai Kepahlawanan China Tangani Wabah Corona di Dunia
JAKARTA - Januari 2020 merupakan awal yang berat bagi China. Virus misterius novel corona menjangkiti warga. Semuanya berawal dari Wuhan, Provinsi Hubei. Pemerintah terpaksa melakukan karantina hingga memutuskan untuk me-lockdown Wuhan demi menekan angka penyebaran virus yang kala itu sudah menjangkiti ratusan warga.
Penyakit misterius yang kini disebut COVID-19 mewabah bertepatan dengan libur tahun baru, di mana warga China banyak yang liburan, termasuk ke luar negeri. Pemerintah China tidak sempat melarang warganya yang sudah telanjur berpergian. Hal yang paling ditakutkan pun terjadi; virus tersebut tidak hanya mewabah di China.
Melansir Al Jazeera, Kamis 19 Maret 2020, pada 13 Januari WHO melaporkan kasus COVID-19 pertama di luar China, yaitu di Thailand. Penderita COVID-19 pertama di Thailand tersebut merupakan seorang wanita yang datang dari Wuhan.
Tiga hari kemudian, tepatnya 16 Januari, Kementerian Kesehatan Jepang melaporkan kasus COVID-19 pertama yang dikonfirmasi pada seorang pria yang telah mengunjungi Wuhan. Sehari kemudian, terdapat laporan bahwa untuk pertama kalinya seorang warga Wuhan meninggal akibat COVID-19.
China bukan tak tahu sama sekali pada tanda-tanda kemunculan virus tersebut. Seorang dokter bernama Li Wenliang mengatakan, terdapat virus yang mirip SARS dan diperkirakan akan mewabah. Selain itu, ia juga mengatakan pemerintah daerah tidak kompeten pada tahap awal wabah.
Namun bukannya menanggapi, pihak berwenang justru memaksa dokter Li Wenliang untuk menandatangani surat pada 3 Januari yang mengatakan bahwa dia "sangat mengganggu ketertiban sosial” dan diancam dengan tuntutan pidana. Paling mennyedihkan, dokter Li Wenliang meninggal akibat virus tersebut.
Baca juga:
Kematian dokter ini menyedihkan banyak pihak, apalagi angka kematian akibat COVID-19 saat itu menyentuh angka lebih dari 600 orang. Pahlawan sesungguhnya, harus meninggal akibat ego pemerintah. Virus tersebut menyebar begitu cepat, hingga akhirnya menyebar ke benua Eropa, Afrika, hingga Amerika.
WHO pun menaikkan status COVID-19 sebagai pandemik. Tiga negara teratas di luar China yang mengalami lonjakan wabah paling parah adalah Italia, Iran, dan Spanyol. Pantauan dari gisanddata.maps.arcgis.com, kasus COVID-19 di Italia mencapai 35.713 kasus, dengan 2.978 orang tewas dan 4.025 berhasil disembuhkan.
Sementara, kasus COVID-19 di Spanyol naik drastis. Negeri Matador menyusul Korea Selatan, dengan kasus terkonfirmasi sebanyak 14.769, 638 orang meninggal, dan 1.081 berhasil sembuh.
Kisah kepahlawanan
Ketika wabah COVID-19 menyebar dan negara-negara di dunia berjuang untuk menghadapinya, kondisi sebaliknya dirasakan oleh China. China memosisikan diri sebagai pemimpin yang dermawan dalam kesehatan masyarakat.
China membangun kekuatan dengan cara lembut dan dibutuhkan pada saat yang sama mereka mengintensifkan persaingan dengan AS dan pengawasan terhadap pengaruh China di seluruh dunia. Dalam beberapa minggu terakhir, China menyumbangkan tes kit ke Kamboja.
Tak hanya Kamboja, China juga mengirim ventilator, masker dan tenaga medis ke Italia dan Prancis, mengirimkan tenaga medis ke Iran dan Irak. China juga berjanji untuk membantu negara lainnya seperti Filipina dan Spanyol.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio mengunggah video di Facebook saat ia mengawasi pesawat pasokan dan tenaga medis dari China. Di Maio mengatakan, China adalah negara pertama yang mengirim bantuan.
Presiden Serbia Aleksandar Vučić juga mengucap puji serupa. Dalam sebuah konferensi ia mengatakan percaya pada "saudara dan temannya Xi Jinping".
"Satu-satunya negara yang dapat membantu kami adalah China," kata Vučić, dikutip dari The Guardian.
Selain itu, China juga mengirim tes kit, ventilator, dan peralatan medis lainnya untuk Pakistan. Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengatakan China juga berjanji akan memberikan bantuan uang tunai kepada Pakistan. Uang tersebut akan digunakan untuk mendirikan pusat isolasi.
Tidak hanya berupa barang, China juga memberikan bantuan moril. Presiden China Xi Jinping menyampaikan kata-kata hiburan kepada Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sánchez, bahwa "sinar matahari akan datang setelah badai", dan menambahkan bahwa China dan Spanyol harus meningkatkan kerja sama setelah wabah.
Fakta bahwa China menjadi sumber wabah karena ketakaburan pemerintahnya pada peringatan Li Wenliang tak mungkin dihapus dari petaka besar ini. China hari ini bagai sedang melakukan penebusan dosa. Kebangkitan China mungkin patut diacungi jempol. Tapi, hal tersebut tidak sepenuhnya dapat diapresiasi karena kini negara lain berjuang menghadapi COVID-19 karena ketakaburan China.
Seperti komentar salah seorang netizen yang tidak sengaja kami temukan;
Pipa air di rumah Anda rusak dan Anda membanjiri rumah orang lain. Apakah hal tersebut menjadi zaman keemasan yang Anda harapkan?