9 Nasihat Stoikisme untuk Menjalani Kehidupan Lebih Baik
YOGYAKARTA – Filsuf dari Yunani Kuno lebih dari 2.000 tahun lalu, disebut filsuf stoa, memberi nasihat untuk menjadi orang yang berbudi luhur. Kebajikan, menurut mereka adalah kesempurnaan akal dan rasionalitas. Dengan mengembangkan kebajikan, kita tidak hanya bisa menyelaraskan diri tetapi selaras dalam hidup dan alam. Melansir penjelasan dosen pengajar Cultural Psychology, Marianna Pogosyan, Ph.D., berikut nasihat Stoikisme untuk menjalani kehidupan lebih baik.
1. Mengenali diri sendiri
Tak sekedar mengingat tanggal lahir dan identitas lengkap, tetapi lebih dari itu. Dengan mengenali diri sendiri, maka Anda bisa memupuk kekuatan dan mengatasi kelemahan demi kebaikan diri serta orang lain.
2. Mengurangi rasa marah dan takut
Filsuf Stoa, Seneca, menyimpulkan bahwa mengatasi marah adalah dengan membuangkan sama sekali dari hidup Anda. Kemarahan menyebabkan kebencian dan konflik dengan orang lain. Rasa marah dan takut juga membuat Anda tidak bisa selaras dengan diri sendiri. Untuk mengatasi rasa takut, penting untuk mulai belajar bertanggung jawab dengan perkataan dan perbuatan, nilai baik-buruk, dan menjadi baik.
3. Mengumpulkan kebajikan
Penting mendedikasikan hidup untuk memperbaiki diri. Bagi kaum Stoa, hal memperbaiki diri berarti memupuk nilai-nilai kebijaksanaan, kebajikan, keadilan, keberania, kesederhanaan, kemurahan hati, dan kasih sayang terhadap orang lain. Bagi kaum Stoa, diperlukan kebajikan untuk kebahagiaan.
4. Mengasihi orang lain
Tindakan salah disebabkan ketidaktahuan, bukan karena kedengkian. Maka belas kasih perlu ditunjukkan meski kepada orang yang egois, bodoh, dan memfitnah. Berpikir bahwa orang lain bertindak berdasarkan keyakinan mereka yang salah karena mereka tidak tahu apa-apa membuat kita lebih mudah memahami dan merespons secara konstruktif terhadap perilaku buruk orang lain.
5. Menyadari Anda tidak sendirian
Menurut etika Stoik, menjalani kehidupan yang baik memerlukan pengakuan bahwa Anda bukan atom yang terisolasi dan terputus dari orang lain. Melansir Psychology Today, Jumat, 17 Mei, Anda adalah anggota dari berbagai lapisan komunitas. Maka bersama-sama berkontribusi pada kebaikan bersama akan membangun kekuatan dan membuat hidup lebih bermakna.
6. Memperbaiki diri butuh kebijaksanaan
Pada dasarnya, kebijaksanaan adalah mengetahui apa yang baik dan yang buruk, apa yang tidak baik dan tidak buruk. Satu-satunya hal yang benar-benar baik, ialah kebajikan, meski diterapkan dengan cara berbeda-beda.
7. Kebahagiaan sejati tidak bisa hilang
Kebahagiaan adalah keadaan psikologis yang seringkali salah dipahami. Pasalnya, orang banyak mengaitkan kebahagiaan dengan faktor eksternal, seperti kekayaan, ketenaran, kesuksesan. Semua hal ini tidak kekal. Bagi kaum Stoa, kebahagiaan sejati tidak bisa hilang yang dipupuk dengan menjadi orang baik sampai Anda menghargai diri sendiri. Ini adalah jenis kesejahteraan yang melampaui kebahagiaan bersyarat yang melibatkan faktor-faktor di luar kendali.
Baca juga:
- Mengenal Manfaat Equanimity untuk Ketenangan Batin dan Kesehatan Mental
- 6 Alasan Kenapa Enggak Baik Mengabaikan Perasaan dan Emosi
- Menikmati Momen Tenang pada Hari Paling Sibuk, Bermanfaat Memulihkan Ketegangan Saraf
- Menikmati Waktu Luang dengan Bermalas-malasan, Menurut Ahli: Berkaitan dengan Produktivitas dan Kreativitas
8. Jangan jahat
Bagi kaum Stoa, yang perlu ditakuti bukanlah kematian, penyakit, kemiskinan, dan penderitaan. Sebaliknya, yang harus dihindari dengan cara apapun adalah kejahatan, kedengkian, ketidakadilan, dan kekerasan.
9. Menjaga diri
Jika Anda mengabaikan diri sendiri, seperti mengabaikan bakat dan membuat Anda tidak berkontribusi pada kebaikan lebih besar, sulit mencapai kehidupan lebih bermakna. Perawatan diri, itu bukan egois. Tetapi mencintai diri sendiri berarti mempertimbangkan kebutuhan diri yang sebenarnya.
Itulah nasihat Stoikisme untuk kehidupan lebih baik. Menurut profesor emeritus filsafat di Universitas Creighton, manusia dapat hidup selaras dalam berbagai tingkatan. Pada tingkat paling luas, berarti berperilaku yang tidak bertentangan dengan dunia. Tingkatan selanjutnya, memenuhi kebutuhan fisiologis, bersikap rasional, dan prososial. Selanjutnya, mempertimbangkan kekuatan, bakat, kelemahan, kondisi tubuh, dan keadaan.