Presidential Club: Membangun Solidaritas di Tengah Dinamika Politik
Presiden, sebagai sosok sentral dalam politik suatu negara, menarik perhatian tidak hanya ketika memerintah, tetapi juga setelah masa kepemimpinannya berakhir. Konsep "Presidential Club", yang diinisiasi oleh Prabowo Subianto, menjadi topik pembicaraan hangat dalam dinamika politik Indonesia. Ide mengumpulkan mantan pemimpin dan tokoh penting politik untuk berdiskusi dan memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa menjadi suatu yang menarik.
Gagasan mengenai Presidential Club, sebuah entitas yang diharapkan mampu mempererat hubungan antara para mantan dan sedang menjabat presiden Indonesia. Meskipun mendapat sorotan skeptis, terutama dari kalangan politisi dan pengamat, potensi hubungan antarmantan presiden yang terbuka lebar dapat membawa dampak positif bagi kestabilan politik nasional.
Respons bermacam-macam datang dari berbagai tokoh politik. Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy menyarankan ide Presidential Club diperkuat melalui lembaga Wantimpres. Sebuah usulan yang dapat menguatkan kedudukan dan keberlangsungan entitas tersebut. Ketua Gerindra menyebutkan bahwa ide ini akan segera dibahas dalam waktu dekat, menandakan keseriusan dalam mengangkat gagasan tersebut ke level pembahasan yang lebih mendalam. Bahkan, Ketua MPR menyatakan kagum atas potensi Prabowo dalam menyatukan, menggambarkan bahwa jika Prabowo Subianto mampu merealisasikan gagasan ini. Hal tersebut akan menjadi pencapaian luar biasa.
Tidak hanya dari kalangan politisi, respons juga datang dari Ma'ruf Amin, Wakil Presiden Indonesia saat ini. Ia memberikan respons positif terhadap gagasan tersebut. Sementara SBY, mantan presiden yang dalam pemilu kemarin menjadi kawan dan juga pernah berhadapan dengan Prabowo dalam arena politik, menyatakan dukungannya dan kesiapannya untuk duduk bersama Megawati dalam entitas tersebut.
Baca juga:
Namun, pandangan skeptis dan kendala yang dihadapi juga menjadi perhatian. Pengamat politik menyoroti, meskipun gagasan ini terdengar bagus, namun ada kendala serius yang harus diatasi, seperti hubungan buruk antara Megawati dengan Jokowi dan SBY yang dapat menjadi penghambat utama dalam merealisasikan gagasan tersebut. Ego politik juga menjadi sandungan serius, mengingat dinamika politik yang kerap dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan golongan.
Dalam pandangan lebih luas, dengan membuka pintu dialog antara mantan pemimpin, diharapkan dapat tercipta budaya politik yang lebih inklusif dan terbuka terhadap ide-ide baru. Melihat perspektif internasional, konsep "Presidential Club" bukanlah hal yang baru. Amerika Serikat memiliki Council of Former Presidents yang memiliki tujuan serupa. Namun, perbedaan budaya politik dan konteks politik antara kedua negara bisa jadi menimbulkan tantangan yang unik dalam implementasi konsep tersebut.
Meskipun masih banyak pro dan kontra yang mengitarinya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa gagasan ini membuka pintu bagi kemungkinan-kemungkinan baru dalam dinamika politik Indonesia. Sebuah langkah inovatif yang, meskipun diragukan oleh sebagian pihak, memiliki potensi besar untuk merajut kembali benang-benang hubungan politik yang sempat renggang. Wacana pembentukan Presidential Club di Indonesia memiliki potensi besar untuk memperkuat jaringan politik dan memajukan demokrasi. Namun, langkah-langkah yang matang dan inklusif diperlukan untuk mewujudkan visi klub tersebut tanpa mengesampingkan tantangan nyata yang mungkin dihadapi di masa mendatang.
Karena ada juga yang menganggap kalau Presidential Club tidak lain upaya Prabowo merangkul PDIP. Seperti diketahui, belakangan Prabowo Subianto berupaya mengakomodir semua pihak, termasuk lawan politik saat bertarung di pilpres 2024. PDIP yang diketuai Megawati sampai sekarang adalah partai besar dan masih menjadi pemenang pemilu.