Pemerintah Harus Buat Simulasi Dampak COVID-19 agar Bisa Prioritaskan Sektor Paling Terdampak

JAKARTA - Mewabahnya virus corona atau COVID-19, tak hanya berdampak pada sektor pariwisata. Saat ini, semua sektor sudah mulai merasakan dampak COVID-19. Pemerintah sebelumya juga sudah memberikan insentif untuk sektor industri manufaktur. Saat ini pemerintah juga diminta untuk mengeluarkan kebijakan yang sama untuk sektor lain.

Wakil Ketua Komisi VI Martin Manurung mengatakan, pemerintah harus membuat simulasi dampak COVID-19 terhadap sektor-sektor ekonomi. Dengan begitu, kebijakan dapat diarahkan dengan prioritas pada sektor ekonomi yang terdampak langsung.

"Dugaan saya, misalnya, sektor pariwisata, transportasi, retail, termasuk UMKM retail, dan manufaktur yang human intensive melibatkan banyak tenaga kerja," tuturnya, kepada VOI, di Jakarta, Rabu, 18 Maret.

Martin mengatakan, sektor-sektor tersebut juga harus dipilah kembali. Pemerintah harus mengategorikan kinerja dari sektor-sektor tersebut untuk mendapatkan data yang perlu diprioritaskan.

"Mana sektor yang selama ini kinerjanya menengah dan baik harus diprioritaskan. Tujuannya, agar mereka dapat bertahan dan tetap berkontribusi bagi perekonomian. Sementara yang selama ini memang kinerjanya buruk, ditangani nanti," jelasnya.

Dari sisi permintaan, kata Martin, pemerintah perlu juga membuat skema guna mempertahankan sisi permintaan agar tetap stabil. Misalnya, apakah perlu penurunan suku bunga atau perpanjangan pungutan pajak agar masyarakat tetap memiliki daya beli.

"Kebijakan sisi permintaan ini mungkin akan menaikkan inflasi, sehingga perlu diukur batas maksimalnya. Inflasi naik sedikit masih baik, agar pertumbuhan ekonomi bisa dihambat penurunannya," tuturnya.

Sementara itu, anggota komisi VI Evita Nursanty saat dihubungi VOI menuturkan, dirinya juga sudah mendengar langsung keluhan para pengusaha ritel soal turunnya omzet yang mencapai 50 persen. Bahkan, mungkin pada posisi ke depan bisa lebih anjlok.

"Saya kira insentif pajak PPh 21, PPh 22, PPh 25 termasuk keringanan bunga bank permintaan yang logis. Setuju jangan hanya manufaktur dan pariwisata yang dipikirkan," tuturnya.

Evita mengatakan, dirinya percaya pemerintah saat ini sudah dan sedang mengkalkulasi semua dampak bencana COVID-19 ini. Sudah diputuskan juga pemberian stimulus dengan relaksasi moneter, dukungan fiskal, penundaan pembayaran kredit bank, serta keringanan pajak PPh seperti yang diminta.

"Jadi kita lihat semua sektor kan terdampak. Bukan hanya di Indonesia tapi seluruh dunia. Tapi dalam kondisi ini kita semua harus bisa memberikan kontribusi bagi mengatasi virus ini," katanya.

"Pengusaha juga atau orang-orang kaya untuk bergotong royong membantu. Sebab ketika kita bersatu kita bisa kuat. Sehingga bencana ini bisa cepat berlalu dan aktivitas ekonomi pun bisa normal kembali. Inilah saatnya kita berpikir apa yang bisa kita berikan kepada negara mengatasi virus ini. Pengusaha harus tampil di sini," sambungnya.

Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini pemerintah juga harus memikirkan insentif pada ekonomi sektor riil.

"Retail juga penting di-support bukan hanya sektor manufaktur," tuturnya.

Menurut Bhima, pemerintah bisa memberikan insentif berupa potongan harga atau diskon tarif listrik untuk pusat perbelanjaan sebesar 40 persen. Sehingga, bisa membantu biaya operasional perusahaan lebih ringan.

"Diskon PPh 21 untuk karyawan retail. Sebelumnya pemerintah hanya memberikan diskon PPh 21 untuk sektor industri manufaktur selama enam bulan," katanya.

Selain itu, lanjut Bhima, pemerintah dapat memberikan insentif berupa keringanan beban bunga dan cicilan pokok perbankan. Seperti, salah satunya grace period, atau ada masa tenggang setelah jatuh tempo pembayaran tanpa penghitungan denda.

Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, pengusaha meminta insentif relaksasi perpajakan diperluas. Insentif ini harusnya diberikan kepada seluruh sektor industri nasional.

"Kita kasih usulan agar itu (relaksasi perpajakan) diperluas dalam arti kata seperti PPh 21 ini jangan hanya di industri tertentu saja tapi ke seluruh industri. Termasuk juga PPh 25 itu diberikan kepada seluruh industri tidak dibatasi," kata Rosan, dalam konferensi pers di Menara Kadin Indonesia, seperti dikutip detik.com.