Bupati Sidoarjo Kirim Surat Tak Hadiri Pemeriksaan KPK Hari Ini
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah menerima surat dari pihak kuasa hukum Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang menyatakan kliennya tak bisa memenuhi panggilan penyidik pada hari ini, Jumat, 3 Mei.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut surat itu merupakan balasan dari surat panggilan yang disampaikan pada 26 April. Tapi, kuasa hukum tak menyebut alasan Muhdlor tidak hadir.
“Penyidik KPK telah menyampaikan surat panggilannya sejak 26 April 2024 lalu. Namun hari ini kami menerima surat konfirmasi dari Kuasa Hukumnya bahwa Ahmad Mudhlor tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan tersebut tanpa disertai alasan ketidakhadirannya,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat, 3 Mei.
Ali menilai Ahmad Muhdlor harusnya memenuhi panggilan penyidik untuk menjelaskan informasi yang diketahuinya karena ini merupakan kesempatan baginya. Lagipula, pengajuan praperadilan bukan berarti kasus yang ditangani menjadi bisa ditunda.
“Pemeriksaan oleh penyidik seharusnya bisa menjadi kesempatan bagi terperiksa untuk menjelaskan informasi dan keterangan yang diketahuinya, bukan justru melakukan penghindaran,” tegasnya.
“Penting dipahami bahwa praperadilan yang diajukan sama sekali tidak menunda ataupun menghentikan semua proses penyidikannya. Maka jika memang menghormati proses hukum seharusnya AM hadir sesuai panggilan tim penyidik,” sambung juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali tidak memenuhi panggilan sebelumnya karena sakit beberapa waktu lalu. Dia harusnya diperiksa terkait pemotongan insentif pegawai lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD).
Dalam kasus ini, Kasubbag Umum Kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati sudah lebih dulu ditetapkan KPK sebagai tersangka. Ia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang berujung ditemukan uang R69,9 juta.
Baca juga:
Selanjutnya, penyidik menetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suyono. Total uang yang dipotong Siska diduga mencapai Rp2,7 miliar sejak 2023.
Pemberitahuan pemotongan uang itu disebut dilakukan secara lisan. Para pegawai BPPD juga tidak boleh membahasnya melalui pesan singkat.