ADB Minta Negara di Asia Pasifik Sejahterakan Lansia
JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) mendorong pemerintahan di negara-negara berkembang di wilayah Asia dan Pasifik untuk melakukan reformasi kebijakan yang komprehensif. Hal ini guna mendukung kesejahteraan penduduk lanjut usia (lansia).
"Pemerintah perlu bersiap sekarang jika mereka ingin dapat membantu ratusan juta orang di kawasan ini agar dapat menua dengan baik," kata Kepala Ekonom ADB Albert Park mengutip Antara.
Hal tersebut ditekankan Albert saat menyampaikan laporan kebijakan ADB tentang Aging Well in Asia yang dirilis hari ini pada Pertemuan Tahunan ke-57 ADB.
Kebijakan pemerintah diharapkan dapat mencakup empat dimensi yang saling berhubungan dan sangat penting dalam membentuk kesejahteraan penduduk lansia, yakni kesehatan, pekerjaan produktif, keamanan ekonomi, serta keterlibatan keluarga dan sosial.
Lebih lanjut Albert menuturkan kebijakan harus mendukung investasi seumur hidup di bidang kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan kesiapan finansial untuk masa pensiun.
"Ikatan keluarga dan sosial juga penting untuk menumbuhkan populasi lansia yang sehat dan produktif serta memaksimalkan kontribusi mereka kepada masyarakat," ujarnya.
Dalam laporannya, ADB merekomendasikan berbagai langkah kebijakan untuk mendukung penuaan yang sehat dan aman secara ekonomi, diantaranya adalah asuransi kesehatan dan program pensiun yang dibantu pemerintah, peningkatan infrastruktur kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan tahunan secara gratis serta evaluasi gaya hidup.
Para pembuat kebijakan harus menargetkan cakupan layanan kesehatan universal, sementara perlindungan dasar tenaga kerja harus diperluas ke pekerja informal berusia lanjut.
Sementara ekonom senior ADB Aiko Kikkawa mengatakan lansia di Asia rentan terhadap beban penyakit akibat gaya hidup yang terus-menerus, kurangnya pekerjaan yang layak, terbatasnya akses terhadap layanan penting seperti kesehatan dan perawatan jangka panjang, rendahnya cakupan pensiun, dan meningkatnya insiden kesepian dan isolasi sosial.
Menurut dia, penuaan yang sehat adalah inti dari kesejahteraan di usia tua. Kesehatan yang baik mendorong produktivitas dan keamanan ekonomi para lansia sekaligus meningkatkan keterlibatan sosial yang aktif dan mengurangi kebutuhan mereka terhadap perawatan jangka panjang.
Kebijakan komprehensif terkait kesejahteraan penduduk lansia diharapkan dapat menumbuhkan kelompok lansia yang sehat dan produktif untuk memaksimalkan kontribusi mereka terhadap perekonomian dan masyarakat.
Menurut laporan itu, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas di negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2050 menjadi 1,2 miliar atau sekitar seperempat dari total populasi, yang secara signifikan meningkatkan kebutuhan akan program pensiun dan kesejahteraan serta layanan kesehatan.
Pada saat yang sama, perekonomian mempunyai peluang untuk memperoleh "dividen besar" dalam bentuk produktivitas tambahan dari penduduk lanjut usia, yang dapat meningkatkan produk domestik bruto di kawasan tersebut rata-rata sebesar 0,9 persen.
Sebanyak 40 persen orang yang berusia di atas 60 tahun di Asia dan Pasifik tidak memiliki akses terhadap segala bentuk dana pensiun, dan perempuan yang paling terkena dampaknya, karena mereka lebih cenderung melakukan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar.
Akibatnya, banyak lansia tidak mempunyai pilihan selain bekerja melampaui usia pensiun untuk bertahan hidup. Di antara mereka yang masih bekerja pada usia 65 tahun atau lebih, 94 persen bekerja di sektor informal, yang biasanya tidak memberikan perlindungan dasar tenaga kerja atau tunjangan pensiun.
Kemudian, tantangan kesehatan fisik dan mental meningkat seiring bertambahnya usia. Sekitar 60 persen lansia di Asia dan Pasifik tidak menghadiri atau menerima pemeriksaan kesehatan rutin, sementara 31 persen melaporkan gejala depresi karena penyakit, isolasi sosial, dan ketidakamanan ekonomi.
"Perempuan lanjut usia di wilayah ini juga lebih besar kemungkinannya menderita penyakit kesehatan, mulai dari depresi, diabetes, dan hipertensi dibandingkan laki-laki lanjut usia," katanya.
Sebelumnya, Indonesia terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya termasuk penduduk lanjut usia.
Pemerintah Indonesia menambah anggaran perlindungan sosial (perlinsos) pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 sebesar 12,4 persen dari outlook APBN 2023 demi menurunkan tingkat kemiskinan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan anggaran perlinsos dialokasikan sebesar Rp493,5 triliun, lebih tinggi dari outlook APBN 2023 yang senilai Rp439,1 triliun.
Baca juga:
Selain untuk menurunkan kemiskinan ekstrem, peningkatan anggaran perlinsos juga ditujukan untuk perbaikan berbagai bidang yang diharapkan dapat mendukung masyarakat yang masuk dalam kelompok berpendapatan 40 persen terbawah.
Diantaranya, peningkatan anggaran perlinsos mencakup Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako yang naik sebesar Rp7,4 triliun menjadi Rp81,2 triliun.
Kemudian, anggaran untuk Program Indonesia Pintar (PIP), KIP Kuliah, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN), bantuan iuran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (PBPU BP) kelas III, serta bansos lainnya ditingkatkan sebesar Rp10,3 triliun. Dengan demikian, anggaran untuk program-program tersebut menjadi Rp82,3 triliun.
Selain untuk program bansos, anggaran perlinsos juga disalurkan untuk subsidi energi dan non-energi. Anggaran subsidi energi menyasar subsidi listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan LPG 3 kilogram dengan nilai Rp185,9 triliun.