Bagaimana Putusan Jika Pendapat 8 Hakim di Perkara Pilpres 2024 Imbang? Ini Jawaban MK
JAKARTA - Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Fajar Laksono menjelaskan mekanisme putusan sidang sengketa Pilpres 2024 jika komposisi pendapat majelis hakim imbang atau tak menghasilkan suara terbanyak dalam memutus perkara.
Diketahui, hakim MK yang menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) berjumlah 8 orang. Satu orang hakim, yakni Anwar Usman tak dilibatkan dalam penanganan perkara Pilpres 2024.
Yang jelas, Fajar menegaskan tidak ada jalan buntu atau deadlock ketika hakim mengeluarkan putusan saat rapat permusyawaratan hakim (RPH).
"Semua lembaga pengambilan dalam mengambil keputusan tidak mungkin deadlock, di lembaga pengadilan manapun termasuk di Mahkamah Konstitusi," kata Fajar kepada wartawan, Jumat, 22 April.
Lalu, jika pendapat hakim yang menerima maupun menolak permohonan imbang, putusan akan ditentukan serupa pendapat ketua sidang, yakni Ketua MK Suhartoyo.
Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
"Kalau keputusan tidak bisa diambil dgn suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno itu menentukan. Dari 8 hakim konstitusi, ada 2 pendapat yang berbeda misalnya, empat-empat lalu mana yang jadi putusan?" jelas Fajar.
"Di Ayat 8, Pasal 45 UU MK itu, di mana posisi ketua sidang pleno. Kalau di sini, berarti ini yg menjadi putusan, ini yang akan menjadi dissenting. Jadi, enggak ada deadlock," lanjutnya.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan mengeluarkan putusan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 pada Senin, 22 April mendatang. Putusan mulai dibacakan pukul 09.00 WIB.
Meski dalam satu agenda sidang, putusan dibacakan terpisah sesuai nomor registrasi perkara, yakni pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, lalu capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
MK telah mengirimkan surat mengenai jadwal putusan sidang kepada seluruh pihak berperkara, baik capres-cawapres yang merupakan prinsipal pemohon dan kuasa hukumnya, KPU selaku termohon, Prabowo-Gibran dan kuasa hukumnya, beserta Bawaslu selaku pihak terkait.
Dalam petitum permohonannya, baik Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang tanpa mengikutsertakan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga:
- PKS Anggap Wajar Restorasi Rumah Dinas Heru Budi Rp22 Miliar: Biar jadi Kantor 24 Jam, Masalah Jakarta Pelik
- Heru Budi Tak Tahu Anak Buah Anggarkan Restorasi Rumah Dinas Gubernur Rp22,2 Miliar
- Soal Kelayakan, PDIP Singgung Kubu Prabowo Pernah Minta Megawati Dihadirkan di Sidang MK
- Gerindra Ungkap Syarat Mutlak jadi Menteri Prabowo
Lalu, Anies-Muhaimin memiliki alternatif petitum permohonan yakni mendiskualifikasikan Gibran sebagai cawapres saat pemungutan suara ulang, sehingga Prabowo harus mencari cawapres lain.