Kecam Veto AS, Palestina: Kontradiksi! Klaim Mendukung Solusi Dua Negara Tapi Berulang Kali Menghalangi
JAKARTA - Kepresidenan Palestina mengecam keras penggunaan hak veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa, yang secara efektif menghalangi Palestina untuk memperoleh keanggotaan penuh di PBB, dalam pertemuan dewan Hari Kamis.
Dewan memveto rancangan resolusi yang merekomendasikan kepada Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara agar "Negara Palestina diterima menjadi anggota" PBB. Padahal, rancangan itu mendapatkan dukungan 12 negara anggota dewan lainnya, sementara Inggris dan Swiss memilih abstain.
Menggambarkan veto AS sebagai sesuatu yang tidak adil, tidak etis, dan tidak dapat dibenarkan, Kepresidenan Palestina menekankan veto ini bertentangan dengan keinginan komunitas internasional, yang sangat mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB.
Kepresidenan Palestina mengatakan, sebagian besar negara di dunia telah mengakui Palestina sejak tahun 2012, ketika Majelis Umum PBB menyetujui peningkatan status Palestina menjadi negara pengamat non-anggota.
"Kebijakan agresif AS terhadap Palestina dan hak-hak sahnya merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Hal ini mendorong kampanye agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina di Gaza, Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur yang diduduki, dan mendorong wilayah tersebut ke tepi jurang," kata Kepresidenan, mengutip WAFA 19 Januari.
"Veto agresif AS ini mengungkap kontradiksi dalam kebijakan Amerika, yang mengklaim mendukung solusi dua negara namun berulang kali menghalanginya melalui veto resolusi di Dewan Keamanan yang menentang Palestina dan hak-hak sahnya," tegasnya.
"Mencapai perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan dan dunia bergantung pada penerapan resolusi legitimasi internasional, mengakhiri pendudukan Israel di Negara Palestina, dan mengakui hak-hak sah rakyat Palestina, termasuk hak mereka untuk penentuan nasib sendiri dan pembentukan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," sambungnya.
Kepresidenan Palestina menambahkan, pihaknya berterima kasih kepada negara-negara anggota yang mendukung Palestina untuk memperoleh keanggotaan penuh di PBB, menyatakan pemungutan suara internasional yang mendukung hak-hak rakyat Palestina ini menunjukkan sikap bersatu dunia di balik nilai-nilai keadilan, kebebasan dan perdamaian.
Baca juga:
- Dubes Rusia: Tanpa Gencatan Senjata Permanen, Upaya Kemanusiaan di Gaza akan Gagal
- Menlu Amirabdollahian Sebut Iran Beritahu Amerika Serikat Sebelum dan Sesudah Serangan ke Israel
- UE Harus Mengirimkan Sistem Anti-rudal ke Ukraina, Borrell: Tidak Bisa hanya Mengandalkan AS, Kami Punya Patriot
- Filipina Nilai Keputusannya untuk Mempererat Hubungan dengan Jepang dan AS Sebagai Pilihan Berdaulat
Diketahui, Palestina saat ini merupakan negara pengamat non-anggota, sebuah pengakuan de facto atas status kenegaraan yang diberikan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2012.
Namun, permohonan untuk menjadi anggota penuh PBB harus disetujui oleh Dewan Keamanan dan setidaknya harus disetujui oleh dua pertiga negara anggota dari Majelis Umum.
Dewan Keamanan PBB sendiri sejak lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam batas-batas yang aman dan diakui. Palestina menginginkan sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, seluruh wilayah yang direbut Israel pada tahun 1967.