KPK Usut Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL di Pencucian Uang Hasil Korupsi

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut dugaan keterlibatan keluarga mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.

Pengusutan itu sebagai tindak lanjut dari keterangan mantan ajudan Syahrul Yasin Limpo, Panji Hartanto, dalam persidangan yang menyebut adanya penggunaan anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) untuk kepentingan keperluan pribadi dan keluarga.

"Kami tentu juga kembangkan berdasarkan fakta persidangan yang sedang berlangsung dimaksud," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam katerangannya, Jumat, 19 April.

Tak hanya itu, penyidik juga disebut terus mengusut dugaan pencucian uang lainnya yang dilakukan Syahrul Yasin Limpo.

"Sejauh ini masih berproses,” kata Ali.

Dalam persidangan, Panji sempat menyebut Syahrul Yasin Limpo memotong anggatan Kementan sebesar 20 persen dari pejabat eselon I.

Uang itu disebut digunakan Syahrul Yasin Limpo untuk memberikan sumbangan ketika hadir dalam acara pernikahan dengan uang tersebut. Kemudian, penggunaan lainnya adalah untuk membayar dokter kecantikan hingga merenovasi rumah anaknya.

"Yang saudara ingat, untuk tadi membayar pembantu, untuk membeli rumah, apa lagi? Apa saja? karena ini terkait dengan dana-dana yang menyatakan kerugian negara," tanya jaksa.

"Untuk biaya kalau ada acara kawinan, sumbangan," ujar Panji.

"Apa lagi? Karena di sini yang saudara kemukakan tuh hanya Rp 10 juta, Rp 10 juta. Apakah ada anggaran lain yg lebih banyak dari itu?" tanya jaksa.

"Ke dokter, terus untuk rumah tangga," ujar Panji.

Dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi, Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023. Perbuatan ini dilakukannya bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Uang ini kemudian digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Selain itu, ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 M sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.