Pengamat Ekonomi UGM: Skema Power Wheeling adalah Bentuk Liberalisasi Ketenagalistrikan yang Berpotensi Rugikan Masyarakat
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai konsep power wheeling merupakan bentuk liberalisasi ketenagalistrikan, yang berisiko merugikan rakyat sekaligus negara.
"Liberalisasi ketenagalistrikan berupa power wheeling itu melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara," katanya dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 2 April.
Power wheeling merupakan mekanisme yang memperbolehkan pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung ke masyarakat melalui jaringan transmisi milik negara.
Fahmy menjelaskan power wheeling merupakan pola unbundling yang diatur dalam UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan. Pola unbundling tersebut bahkan sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Melalui keputusan Nomor 111/PUU-XIII/2015, MK memutuskan bahwa unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan UUD 1945. Lalu, UU itu direvisi dengan menghilangkan pasal unbundling.
"Selain bertentangan dengan UUD dan keputusan MK, Kementerian Keuangan juga pernah menolak tegas karena membebani fiskal negara. Dalam hal ini subsidi energi pasti membengkak," kata Fahmy.
Jika negara tidak mau menambah subsidi energi, menurut dia, rakyat yang akan menanggung beban risiko kenaikan tarif listrik yang saat ini masih dikendalikan oleh negara.
Pasalnya, lanjutnya, dengan skema power wheeling, tarif listrik bakal ditetapkan pada mekanisme pasar.
BACA JUGA:
"Dengan power wheeling, penetapan tarif listrik ditentukan oleh demand and supply, pada saat demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan," katanya.
Fahmi menyatakan klausul power wheeling merupakan dorongan dari pihak-pihak swasta yang berkepentingan dengan dalih transisi energi dan oleh karena itu, pemerintah dan DPR harusnya lebih jauh melihat risiko besar pada implementasi power wheeling.
Terkait hal itu, dia mengajak kepada masyarakat untuk terus memantau perkembangan pembahasan power wheeling yang saat ini dibalut dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan.