Kemenkomarves Berharap Insentif Pajak Tarik Lebih Banyak Opsi Kendaraan Listrik
JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomaves) menyatakan paket insentif tambahan diharapkan dapat menghadirkan lebih banyak pilihan variasi kendaraan listrik (EV) dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Rachmat Kaimuddin optimistis kebijakan insentif dari pemerintah tersebut dapat mendorong ketersediaan model kendaraan listrik lebih banyak, khususnya mobil listrik, serta meningkatkan penjualan mobil listrik di dalam negeri.
"Kami yakin melalui peraturan ini, hal itu bisa dicapai. Dan kami berharap dapat melihat lebih banyak produk (EV) lagi," kata Rachmat mengutip Antara.
Dia tidak memungkiri bahwa harga kendaraan listrik yang terjangkau bagi masyarakat masih menjadi tantangan utama di dalam percepatan adopsi kendaraan listrik. Sementara model listrik yang tersedia di dalam negeri juga masih terbatas.
Oleh sebab itu, melalui berbagai insentif pajak, pemerintah Indonesia berupaya mengundang lebih banyak produsen terutama mobil listrik.
Menurutnya, insentif tersebut dapat menjawab keraguan produsen akibat beban pajak yang berlapis saat masuk ke pasar Indonesia.
Sebagai informasi, pemerintah memberikan paket insentif tambahan berupa bea masuk 0 persen, PPnBM 0 persen, serta pembebasan atau pengurangan pajak daerah untuk KBLBB, yang semuanya berlaku bagi impor KBLBB dalam keadaan utuh (CBU) dan terurai (CKD) dengan TKDN kurang dari 40 persen.
Baca juga:
Insentif tambahan tersebut tertuang dalam Perpres No. 79 Tahun 2023 tentang Perubahan Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Rachmat menjelaskan produsen dapat menikmati paket insentif impor hingga akhir 2025. Namun, nantinya produsen juga harus memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan jumlah yang sama dengan kendaraan yang mereka impor hingga 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku.
"Pabrikan mobil di Indonesia harus memenuhi syarat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), artinya sampai tahun 2026 sebesar 40 persen dan mulai tahun 2027 sebesar 60 persen. Jadi semakin cepat Anda (produsen EV) memproduksi, sebenarnya Anda akan mendapatkan keuntungan dari persyaratan konten lokal yang lebih rendah," kata Rachmat.