PP Manajemen ASN Dikhawatirkan Hidupkan Kembali Dwifungsi ABRI
JAKARTA – Rencana pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai turunan dari revisi UU ASN dikhawatirkan menjadi pintu masuk berlakunya kembali praktik dwifungsi ABRI.
Sebab, PP tersebut ditengarai akan mengatur jabatan di lingkup ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI maupun personel Polri yang masih aktif berdinas. “Kalau benar, maka itu akan mengancam demokrasi. Aturan semacam itu bisa menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru,” ujar Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, Minggu 17 Maret 2024.
Dia menjelaskan, penghapusan dwifungsi ABRI didasarkan latar belakang TNI yang merupakan alat pertahanan negara dan bertugas menghadapi ancaman perang. Sedangkan Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan penegakan hukum.
Karena itu, baik TNI dan Polri yang masih aktif seharusnya tidak terlibat dalam kegiatan politik dan menduduki jabatan-jabatan sipil yang bukan menjadi fungsi dan kompetensinya. Dengan demikian penempatan TNI dan Polri di jabatan sipil merupakan sesuatu yang menyalahi jati diri mereka.
Baca juga:
“Salah satu amanat Reformasi adalah mencabut peran TNI dan Polri dalam urusan politik, dan mengembalikan fungsi mereka menjadi militer dan aparat penegak hukum yang profesional,” tegas Gufron.
Menurut dia, bila pemerintah meneruskan penyusunan PP dan mengakomodasi jabatan sipil diisi TNI-Polri, maka hal tersebut semakin membuktikan kebijakan pemerintah saat ini sudah melenceng jauh dan telah bertolak belakang dengan semangat Reformasi.
Gufron mengingatkan, kehidupan demokrasi yang dicapai dan dinikmati hari ini adalah buah dari perjuangan politik berbagai kelompok pro demokrasi pada 1998. Karena tiu, kalangan elite politik, terutama yang tengah menduduki jabatan strategis di pemerintahan, semestinya menjaga dan bahkan memajukan sistem dan dinamika politik demokrasi, bukan malah sebaliknya.
Dia menegaskan, penghapusan Dwifungsi ABRI merupakan bagian dari agenda demokratisasi pada 1998 bukan hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian, tapi juga untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional dan secara lebih luas lagi merupakan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia.
“Salah satu praktik Dwifungsi ABRI yang dihapuskan adalah penempatan anggota TNI dan Polri aktif pada jabatan-jabatan sipil, baik di kementerian, lembaga negara maupun pemerintah daerah baik gubernur, bupati, wali kota,” tukas Gufron.