Gedung Putih Sambut Baik Perdana Menteri Baru Palestina, Ingatkan Masalah Reformasi
JAKARTA - Gedung Putih mengatakan pihaknya menyambut baik penunjukan Perdana Menteri Otoritas Palestina (PA) Mohammed Mustafa, memintanya untuk segera melaksanakan reformasi yang kredibel dan menyeluruh yang dianggap perlu agar PA dapat kembali menguasai Gaza.
"Kami mendesak pembentukan kabinet reformasi sesegera mungkin," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Times of Israel 15 Maret.
"Amerika Serikat akan mencari pemerintahan baru ini untuk melaksanakan kebijakan dan implementasi reformasi yang kredibel dan memiliki jangkauan yang luas," lanjut.
Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas menunjuk Dr. Mohammad Mustafa sebagai perdana menteri untuk membentuk pemerintahan baru, menurut kantor berita resmi WAFA pada Hari Kamis waktu setempat.
Mustafa telah menjadi anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sejak tahun 2022 dan telah menjabat sebagai wakil perdana menteri dan menteri ekonomi di pemerintahan sebelumnya. Mustafa sendiri merupakan ekonom lulusan Amerika Serikat yang pernah menjadi penasihat ekonomi bagi Presiden Abbas.
"Otoritas Palestina yang direformasi sangat penting untuk memberikan hasil bagi rakyat Palestina dan membangun kondisi stabilitas di Tepi Barat dan Gaza," sebut pernyataan Gedung Putih.
Baca juga:
- Jabat PM Palestina, Mohammad Mustafa Ditugasi Urus Bantuan di Gaza hingga Pemberantasan Korupsi
- Presiden Abbas Tunjuk Ekonom Lulusan AS Mohammad Mustafa Sebagai Perdana Menteri Palestina
- Kapal Kedua Pengangkut Bantuan ke Gaza mulai Memuat Tepung hingga Tuna Kaleng Seberat 300 Ton
- Enam Warga Gaza Tewas Akibat Tembakan Israel saat Menunggu Truk Pengangkut Bantuan
Para pejabat Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah mendesak Presiden Abbas untuk membawa tokoh-tokoh baru, termasuk para teknokrat dan pakar ekonomi, ke dalam Pemerintahan Palestina yang telah direformasi untuk membantu memerintah Gaza pascaperang.
Namun, tidak jelas apakah penunjukan kabinet baru yang dipimpin oleh sekutu dekat Presiden Abbas akan cukup untuk memenuhi tuntutan reformasi Washington, karena Ia akan tetap memegang kendali penuh.