Bagikan:

JAKARTA - Presiden Mahmoud Abbas mengatakan Otoritas Palestina (PA) siap memenuhi tanggung jawabnya terhadap Jalur Gaza, "segera setelah penghentian agresi terhadap rakyat kami."

"Kami telah dan terus bertanggung jawab atas Gaza, dan kami akan tetap demikian," jelasnya dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Saudi Asharq al-Awsat, dilansir dari The Times of Israel 16 Februari.

Mengomentari laporan Pemerintah Amerika Serikat mungkin hampir mencapai rencana untuk mendirikan negara Palestina, Presiden Abbas mengatakan: "Kami telah mengadakan beberapa pertemuan dengan para pejabat tinggi AS, termasuk (Menteri Luar Negeri AS Antony) Blinken, (Penasihat Keamanan Nasional Jake) Sullivan dan (Direktur CIA William) Burns, dan mereka telah meyakinkan kita akan komitmen mereka terhadap solusi dua negara dan mendukung upaya perdamaian berdasarkan hukum internasional."

Namun, Abbas mengklaim dukungan Washington terhadap Israel menghambat kemajuan nyata menuju pembentukan negara Palestina.

"Yang paling penting adalah tindakan di lapangan, bukan sekedar kata-kata," katanya.

Menanggapi tekanan AS untuk "merevitalisasi" PA melalui reformasi struktural, termasuk pengalihan fungsi kepresidenan kepada perdana menteri dan pengurangan peran presiden menjadi hanya sekedar seremonial, pemimpin tersebut menjawab, rakyat Palestina independen dalam pengambilan keputusan.

Abbas menyesalkan tidak adanya "mitra Israel" untuk perdamaian mengklaim, bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menjadi "penghalang" bagi proses perdamaian.

Dalam kata-kata Presiden Abbas, negara Palestina yang terdiri dari Tepi Barat dan Gaza di sepanjang perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya harus terlebih dahulu memperoleh keanggotaan penuh PBB melalui resolusi Dewan Keamanan, diikuti dengan konferensi perdamaian internasional dengan jaminan dan jangka waktu yang jelas.

Menurut laporan Washington Post yang mengutip para pejabat AS dan Arab, AS dapat mengumumkan cetak biru pengakuan Negara Palestina dengan jangka waktu yang pasti dalam beberapa minggu ke depan, meskipun waktunya sangat bergantung pada kesepakatan untuk menghentikan pertempuran di Gaza.

Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden ingin PA segera melakukan reformasi, sehingga kelak bisa bermanfaat bagi rakyat Palestina, ketika Hamas tidak lagi berkuasa di Gaza.

Itu dikatakan oleh Presiden Biden usai pertemuan dengan Raja Abdullah II dari Yordania di Gedung Putih, Washington D.C Hari Senin waktu setempat.

"Kami berupaya menciptakan kondisi perdamaian abadi dengan terpenuhinya jaminan keamanan Israel, serta aspirasi Palestina untuk negara mereka sendiri. Saya mengatakan ini sebagai dukungan seumur hidup terhadap Israel. Itulah satu-satunya jalan yang menjamin keamanan Israel untuk jangka panjang," ujar Presiden Biden awal pekan ini.

"Untuk mencapainya, Palestina juga harus memanfaatkan peluang ini. Otoritas Palestina harus segera melakukan reformasi sehingga dapat secara efektif memberikan manfaat bagi rakyat Palestina di Tepi Barat dan Gaza," lanjut Biden.

Lebih lanjut, Presiden Biden juga menggarisbawahi pentingnya kemampuan PA untuk membangun negara yang menerima perdamaian, tanpa adanya kelompok militan seperti Hamas.

"Setelah kendali Hamas atas Gaza berakhir. (PA) harus bersiap untuk membangun negara yang menerima perdamaian, tidak menampung kelompok seperti Hamas dan Jihad Islam," ujarnya.

"Kami sudah mulai mengintegrasikan kawasan ini, untuk mewujudkan perdamaian antara Israel dan semua tetangga Arabnya, termasuk negara Palestina di masa depan. Upaya itu sudah dilakukan sebelum serangan 7 Oktober. Hal ini bahkan lebih mendesak saat ini," tandas Presiden Biden.