Uni Eropa Sepakati Aturan AI Pertama di Dunia, Indonesia Perlu Perhatikan?

JAKARTA - Parlemen Uni Eropa menyetujui aturan main terkait kecerdasan buatan (AI) yang pertama di dunia. Ini menandai langkah maju Eropa dalam mengatur teknologi yang penggunaannya berkembang pesat di berbagai industri dan kehidupan sehari-hari.

Proses pembuatan aturan ini memakan waktu tiga tahun. Munculnya sistem AI generatif seperti ChatGPT dari OpenAI yang didukung Microsoft, dan chatbot Gemini dari Google, memicu kekhawatiran terkait misinformasi dan berita palsu.

Aturan baru ini akan mengatur model AI general-purpose berdampak tinggi dan sistem AI berisiko tinggi. Kedua jenis AI ini harus mematuhi kewajiban transparansi tertentu dan mengikuti undang-undang hak cipta UE.

Aturan ini juga membatasi penggunaan pengawasan biometrik waktu nyata oleh pemerintah di ruang publik. Pengawasan tersebut hanya diizinkan untuk menangani tindak kejahatan tertentu, pencegahan ancaman nyata seperti serangan teroris, dan pencarian tersangka pelaku kejahatan serius.

"Saya menyambut baik dukungan luar biasa dari Parlemen Eropa untuk EU AI Act, kerangka kerja mengikat pertama yang komprehensif untuk AI yang terpercaya. Eropa sekarang menjadi pembuat standar global dalam AI yang terpercaya," kata kepala bidang industri Uni Eropa, Thierry Breton.

Sebanyak 523 anggota parlemen Uni Eropa mendukung kesepakatan tersebut, sementara 46 menentang dan 49 abstain.

Negara-negara UE diperkirakan akan memberikan persetujuan formal pada kesepakatan tersebut pada bulan Mei. Regulasi ini diharapkan mulai berlaku awal tahun depan dan diterapkan pada tahun 2026, meskipun beberapa ketentuan akan berlaku lebih awal.

“Brussels mungkin telah menetapkan standar untuk seluruh dunia,” kata Patrick Van Eecke, mitra di firma hukum Cooley.

"Uni Eropa sekarang memiliki undang-undang AI tertulis pertama di dunia. Negara dan wilayah lain kemungkinan akan menggunakan AI Act sebagai cetak biru, sama seperti yang mereka lakukan dengan GDPR," katanya, merujuk pada peraturan privasi UE.

Namun, ia mengatakan kelemahan bagi perusahaan adalah birokrasi yang rumit.

Parlemen Eropa dan negara-negara UE telah mencapai kesepakatan awal pada bulan Desember setelah negosiasi selama hampir 40 jam.

Perusahaan berisiko didenda mulai dari 7,5 juta euro atau 1,5% dari omset hingga 35 juta euro atau 7% dari omset global tergantung pada jenis pelanggaran.

Grup lobi BusinessEurope menyatakan keprihatinan tentang bagaimana aturan tersebut akan diterapkan.

"Kebutuhan akan undang-undang dan pedoman sekunder yang ekstensif menimbulkan pertanyaan signifikan tentang kepastian hukum dan interpretasi undang-undang dalam praktik, yang penting untuk keputusan investasi," kata direktur jenderal, Markus J. Beyrer.

Seorang juru bicara Amazon, yang telah mulai meluncurkan asisten AI baru, menyambut baik pemungutan suara tersebut: "Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan UE dan industri untuk mendukung pengembangan teknologi AI yang aman, terjamin, dan bertanggung jawab."

Meta Platforms memperingatkan tindakan apa pun yang dapat menghambat inovasi.

"Sangat penting kita tidak melupakan potensi besar AI untuk mendorong inovasi Eropa dan memungkinkan persaingan, dan keterbukaan adalah kuncinya di sini," kata Marco Pancini, kepala urusan UE Meta.

Indonesia, sebagai negara yang tengah gencar mendorong perkembangan teknologi, perlu memperhatikan regulasi AI yang ditetapkan Uni Eropa ini.