Sebelum Laporkan GP ke KPK Soal Gratifikasi, Ketua IPW Berjibaku Verifikasi Dokumen dan Wawancara Saksi

JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menegaskan dirinya sudah melakukan verifikasi dokumen dan meminta keterangan kepada saksi sebelum melaporkan GP dan S ke Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Laporan dimaksud Sugeng adalah tentang penerimaan dugaan gratifikasi dan atau suap berupa cashback dari perusahaan asuransi.

“Kita kan verifikasi, ketemu orangnya 8 sampai 9 kali wawancara,” ujar Teguh pada podcast kanal YouTube “Berisik” dengan host HMU Kurniadi, Jumat 8 Maret 2024.

Teguh juga merespon bantahan Calon Presiden RI Ganjar Pranowo soal laporannya ke KPK tentang penerimaan dugaan gratifikasi dan atau suap berupa cashback dari perusahaan asuransi. Menurut Teguh, dirinya tidak pernah menyebut nama Ganjar Pranowo. “Kan IPW melaporkan dengan inisial GP,” terangnya.

Menurutnya, yang mengidentifikasi inisial GP itu sendiri adalah Ganjar Pranowo. Sugeng mengatakan dirinya bisa kena pasal pencemaran nama baik jika menyebut nama seseorang.

“Kalau ada seseorang yang mengidentifikasi dalam kaitan IPW dan orang tersebut bernama Ganjar Pranowo artinya yang disebut GP beliau. Mungkin loh ya. Padahal IPW tidak pernah menyebut GP itu siapa. Saya kan bisa kena pencemaran nama baik. Inisial yang disebut. Ternyata beliau mengidentifikasi sebagai GP,” katanya.

Kendati demikian, Sugeng menyampaikan bahwa dirinya menyertakan barang bukti ketika melaporkan inisial GP kepada KPK. Karena itu, Sugeng mengaku tidak bersalah ketika Ganjar Pranowo mengidentifikasi sebagai GP dan penerima gratifikasi dan atau suap berupa cashback dari perusahaan asuransi.

“Bukan salah saya loh. Kalau membantah kan itu hak dia bukan salah saya. Jangan laporin saya bapak GP. Bapak mengidentifikasi sendiri loh ya,” katanya.

Lebih lanjut, Sugeng tidak hanya melaporkan GP ke KPK, tapi juga ada inisial S. S ini adalah Direktur Utama Bank Jateng, sebagai penerima gratifikasi dan atau suap berupa cashback dari perusahaan asuransi.

“Ini perusahaan asuransi ini kenapa memberikan cash back. Ternyata cash back itu ucapan terima kasih, bisa potongan harga, bisa komisi kepada Bank Jateng yang telah mengasuransikan kredit yang diberikan kepada debitur-debitur kepada perusahaan asuransi tersebut. Nah ini kan kalau dalam BUMN atau BUMD itu kan terikat pada ketentuan pada UU tindak pidana korupsi. Tidak boleh menerima pemberian yang terkait dengan tugasnya kecuali dia lapor, itu belum tindak pidana korupsi,” tambahnya.

Dijelaskan Sugeng, dugaan gratifikasi dan atau suap berupa cashback dari perusahaan asuransi yang diterima S berlangsung kurang lebih sembilan tahun. Yang menjadi aktor utama dari gratifikasi ini adalah S itu sendiri sebagai Dirut Bank Jateng.

“Saudara S ini ditempatkan oleh pemegang saham pengendali yaitu gubernur. Jadi orang (S) ini ditempatkan. Bayangkan menjabat sebagai Dirut dari 2014 sampai 2023 sembilan tahun tanpa tergantikan,” jelasnya.

Menurut Sugeng, S diduga menerima gratifikasi dari perusahaan asuransi mencapai 16 persen. Dari persentase ini sebanyak 5 persen dipakai untuk angggaran operasional Bank Jateng.

“Dan sisa 11 persen menurut informasi masyarakat 5,5 persen persen diberikan untuk pemegang saham pemerinyah-pemerintah daerah (kabupaten) itu yang ada di Jateng dan 5,5 persen dikelola oleh saudara S, yang menurut informasinya diserahkan di Jogjakarta kepada seorang yang bernama GP. Pemegang saham pengendali. Tapi, (Ganjar Pranowo) membantah,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Sugeng juga menyebut ada empat perusahaan asuransi yang diduga memberi gratifikasi kepada Dirut Bank Jateng berinisiatif S. Diantaranya adalah Askrida dan Askrindo. Bukti pemberian gratififikasi ini sudah diserahkan Sugeng kepada KPK.

“Masa saya mengadukan tidak ada alat bukti yang merujuk pada KUHAP. Alat buktinya dokumen karena memang bisa diselidiki, bisa dikonfirmasi, dan juga tentang person sebagai saksi. Kita kan verifikasi, ketemu orangnya 8 sampai 9 kali wawancara. Jadi itu garis besarnya,” pungkasnya.