Baru Dilegalkan Pertengahan 2022, Thailand Bakal Larang Ganja untuk Rekreasi Akhir Tahun Ini
JAKARTA - Thailand akan melarang penggunaan ganja untuk rekreasi pada akhir tahun ini, tetapi tetap mengizinkan penggunaannya untuk tujuan medis, kata menteri kesehatan negara itu dalam sebuah wawancara.
Puluhan ribu toko ganja bermunculan dalam industri yang diproyeksikan bernilai hingga 1,2 miliar dolar AS pada tahun depan, setelah Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang membebaskan penggunaan obat-obatan pada tahun 2018, dan kemudian penggunaan rekreasional pada tahun 2022.
Para kritikus mengatakan aturan-aturan tersebut dibuat secara bertahap dan diadopsi dalam waktu seminggu setelah dekriminalisasi, dan pemerintah telah merancang undang-undang baru untuk mengatur penggunaan ganja yang diharapkan mulai berlaku pada akhir tahun.
Rancangan undang-undang tersebut akan diajukan ke kabinet untuk disetujui bulan depan, sebelum dibawa ke parlemen untuk disahkan sebelum akhir tahun ini, kata Menteri Kesehatan Cholnan Srikaew.
"Tanpa undang-undang yang mengatur ganja, ganja akan disalahgunakan," kata Menteri Cholnan kepada Reuters pada Hari Rabu, mengacu pada penggunaan rekreasi, seperti dilansir 1 Februari.
"Penyalahgunaan ganja berdampak negatif pada anak-anak Thailand," tambahnya.
"Dalam jangka panjang hal ini bisa mengarah pada obat-obatan lain," tandasnya.
Pemerintah sebelumnya gagal mendorong undang-undang melalui parlemen sebelum pemilihan umum bulan Mei lalu, sehingga Thailand tidak mempunyai payung hukum untuk mengatur penggunaannya.
Toko ganja yang beroperasi secara ilegal tidak akan diizinkan untuk terus beroperasi. Sementara, ganja yang ditanam di dalam negeri juga tidak akan diperbolehkan, tambah Cholnan, yang menyebutkan jumlah toko yang terdaftar secara resmi sebanyak 20.000.
"Dalam undang-undang baru, ganja akan menjadi tanaman yang diawasi, jadi menanamnya memerlukan izin," jelasnya.
"Kami akan mendukung (budidaya ganja) untuk industri medis dan kesehatan," tandas Menteri Cholnan.
Rancangan undang-undang tersebut menetapkan denda hingga 60.000 baht (1.700 dolar AS) untuk penggunaan rekreasi. Sementara, mereka yang menjual ganja untuk penggunaan tersebut dan berpartisipasi dalam iklan atau pemasaran tunas, resin, ekstrak atau alat pengasapan menghadapi hukuman penjara hingga satu tahun, atau denda hingga 100.000 baht (2.800 dolar AS) atau keduanya.
Undang-undang ini juga memperberat hukuman bagi budidaya ganja tanpa izin, dengan hukuman penjara berkisar antara satu hingga tiga tahun dan denda mulai dari 20.000 baht (560 dolar AS) hingga 300.000 baht (8.000 dolar AS).
Baca juga:
- China Kutuk Penembakan yang Tewaskan Seratusan Warga Sipil Palestina saat Menunggu Bantuan Kemanusiaan
- Pasukan Penjaga Perdamaian PBB mulai Menarik Diri Secara Bertahap dari Kongo Timur
- AS Blokir Pernyataan Dewan Keamanan PBB Soal Penembakan yang Menewaskan Seratusan Warga Palestina di Gaza
- PM Benjamin Netanyahu Berencana Mewajibkan Yahudi Ultra-Ortodoks untuk Ikut Wajib Militer
Impor, ekspor, budidaya dan penggunaan komersial ganja juga memerlukan izin sekarang, jelasnya.
Pemerintah, yang menyadari manfaat ekonomi dari industri ganja, akan memberikan waktu bagi dunia usaha untuk menyesuaikan diri dengan peraturan baru tersebut, kata Menteri Cholnan.
Toko-toko tersebut dapat beroperasi sampai izinnya habis masa berlakunya dan diubah menjadi klinik ganja legal jika mereka mengikuti aturan baru, kata Cholnan, seraya menambahkan bahwa peraturan baru tersebut tidak akan berdampak pada pariwisata.