Demokrat Minta MK Turunkan Syarat Pencapresan di Bawah 20 Persen

JAKARTA - Partai Demokrat menyambut gembira putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen.

Partai Demokrat malah meminta MK untuk juga menurunkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di bawah ketentuan 20 persen. 

Deputi Balitbang Partai Demokrat, Syahrial Nasution berharap putusan MK yang memerintahkan aturan ambang batas parlemen 4 persen dirubah sebelum Pemilu 2029 bisa membuka peluang untuk semakin rendahnya syarat pengajuan capres-cawapres 2029. 

Menurutnya, penurunan ambang batas ini perlu agar memberikan banyak pilihan untuk rakyat dalam pemilihan presiden. Apalagi, kata dia, banyak gugatan terhadap ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang gugur.

"Nah mudah-mudahan terbuka peluang dalam pelaksanaan teknis nantinya semakin longgar. Setidaknya PT 20 persen untuk syarat pengajuan Pilpres 2029 bisa ditekan atau diturunkan," ujar  Syahrial kepada wartawan, Jumat, 1 Maret. 

Menurut Syahrial, diturunkannya ketentuan 20 persen akan berdampak baik bagi demokrasi dan perpolitikan di tanah air. Khususnya memberikan peluang bagi calon calon pemimpin bangsa yang kompeten namun terhalang syarat dukungan parpol. 

"Kualitas calon yang akan ditampilkan dapat semakin kompetitif dan tekanan tirani mayoritas di parlemen bisa dihilangkan," jelas Syahrial. 

Hakim MK Enny Nurbaningsih menegaskan pihaknya tak meniadakan ketentuan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). Menurut MK, ambang batas parlemen tetap diperlukan, namun harus disusun dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif.

Hal ini disampaikan Enny untuk memperjelas isi putusan perkara 116/PUU-XXI/2023 yang sudah dibacakan oleh MK dalam rapat pleno di ruang sidang MK, Kamis (29/2/2024). Perkara ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Putusan Nomor 116 tidak meniadakan threshold sebagaimana dapat dibaca dari amar putusannya," ujar Enny, Jumat 1 Maret.

Enny mengatakan, MK menyerahkan kepada pembuat undang-undang untuk mengatur ambang batas parlemen dan menentukan besaran angka persentasenya. Yang terpenting, kata Enny, angka ambang batas parlemennya rasional dengan merujuk pada metode kajian yang jelas dan komprehensif.

"Bahwa threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk UU untuk menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas yang semakin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang sehingga sistem proporsional yang digunakan, tetapi hasil pemilunya tidak proporsional," jelas Enny.

Terkait hal itu, lanjut Enny, dalam putusan perkara nomor 116 tersebut, MK meminta pembuat undang-undang mengubah ambang batas parlemen 4 persen yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan angka yang rasional. Proses revisi ambang batas parlemen 4 persen ini dilakukan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029.

"Oleh karena itu, untuk Pemilu 2029 dan seterusnya sudah harus digunakan threshold dengan besaran persentase yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut (disproporsionalitas yang semakin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang)," pungkas Enny.