Rupiah Berpotensi Lanjutkan Pelemahan Imbas Komentar Pejabat The Fed
JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu 28 Februari 2024 diperkirakan akan kembali bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Selasa 27 Februari, Kurs rupiah spot di tutup turun 0,10 persen Rp15.646 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,12 persen ke level harga Rp15.655 per dolar AS.
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan sentimen datang dari beberapa komentar dari pejabat Federal Reserve yang memberi isyarat bahwa bank sentral tidak akan terburu-buru untuk mulai melonggarkan kebijakannya karena inflasi yang tinggi. Dolar tetap mendekati level tertinggi tiga bulan karena gagasan
"Fokus saat ini data indeks harga PCE yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed akan dirilis pada hari Kamis ini, dan diperkirakan akan menunjukkan inflasi yang masih stagnan, sehingga memberikan sedikit dorongan bagi The Fed untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga," ucapnya dalam keteranganya dikutip Rabu, 28 Februari.
Sebelumnya, data PDB kuartal keempat diperkirakan akan menunjukkan sedikit perlambatan pada perekonomian AS, namun tidak sampai pada titik di mana The Fed akan terdorong untuk melakukan pelonggaran kebijakan.
Selain itu, Inflasi indeks harga konsumen sedikit lebih tinggi dari perkiraan untuk bulan Januari. Meskipun angka tersebut masih menunjukkan penurunan inflasi, hal ini memperhitungkan meningkatnya ekspektasi bahwa Bank of Japan akan menaikkan suku bunga secepatnya pada bulan April.
BOJ diperkirakan akan mengakhiri pengendalian kurva imbal hasil dan kebijakan suku bunga negatifnya pada tahun ini, karena inflasi yang tinggi berpotensi memberi bank sentral lebih banyak dorongan untuk melakukan hal tersebut secepatnya.
Namun memburuknya kondisi perekonomian di Jepang berpotensi menunda rencana BOJ, terutama karena perekonomian secara tak terduga jatuh ke dalam resesi pada kuartal keempat.
Dari sisi internal, pelaku pasar terus mengamati perkembangan utang pemerintah yang terus melonjak. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah pada Januari 2024 mencapai Rp8.253,09 triliun atau setara dengan 38,75 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Besaran utang pada awal 2024 kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Posisi utang pada awal tahun tersebut kembali meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2023 yang sebesar Rp8.114,69 triliun. Rasio utang yang tercatat pada Januari 2024 masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40 persen.
Baca juga:
Jika dirincikan, mayoritas utang pemerintah pada Januari 2024 tercatat berasal dari utang dalam negeri dengan proporsi 71,60 persen. Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 88,19 persen.
Lebih lanjut, per akhir Januari 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 45,9 persen kepemilikan SBN domestik, terdiri atas perbankan 27,4 persen dan perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,5 persen. Kepemilikan SBN domestik oleh BI tercatat sekitar 18,7 persen yang digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter.
Adapun, asing tercatat hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,8 persen, termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing. Kemenkeu juga menyampaikan bahwa kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3 persen menjadi 7,7 persen per akhir Januari 2024.
Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah pada perdagangan Rabu 28 Februari dalam rentang harga Rp15.630- Rp15.690 per dolar AS.