Pakar Nilai Hitung Cepat Harusnya Tak Bisa Digunakan untuk Legitimasi Kemenangan Paslon, Kenapa?

JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Feri Amsari mengingatkan pasangan capres dan cawapres tak buru-buru mendeklarasikan kemenangan karena hitung cepat atau quick count menyatakan mereka unggul.

Hasil perhitungan ini sebenarnya tak bisa seutuhnya dipercaya apalagi diduga terjadi kecurangan selama pemilu berlangsung.

“Secara hukum quick count tidak bisa dipergunakan dan dipercaya. Masalahnya di balik bisnis QC ada keinginan menyukseskan paslon tertentu,” kata Feri dikutip dari podcast ‘Speak Up’ yang dipandu eks Ketua KPK Abraham Samad pada Selasa, 20 Februari.

Feri mengamini tidak sedikit lembaga penyelenggara hitung cepat atau quick count yang jujur. Namun, dia tak menampik banyak juga yang dipertanyakan kredibilitas karena mereka memotret data di atas kertas tapi tak mencari perimbangan informasi.

Hal ini berbeda dengan kondisi di luar negeri. “Di beberapa negara maju yang demokrasinya sangat sehat, QC diumumkan oleh berbagai media,” tegasnya.

“Sulitnya di Indonesia, rakyat dengan mudah menerima, percaya angka, berita media tanpa filterisasi (sehingga, red) mestinya ada tanggung jawab penyelenggara QC,” sambung Feri.

Selain itu, Feri juga menyoroti berbagai masalah di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sehingga, jika ada lembaga quick count mengumumkan data dari tempat pemungutan suara (TPS) yang bermasalah maka data rusak yang mereka cuplik seakan-akan benar.

“Misalnya, ada kecurangan pengerahan massa dan politik uang, kemudian diumumkan hasil di atas kertas seolah-olah mereka mengabaikan nilai moral, yang penting angka keluar. Kalau ada kecurangan temukan sendiri. Bagi saya harus ada tanggung jawab etika dalam politik, jangan orang-orang yang pintar itu ikut merusak sistem yang ada,” pungkasnya.