Rupiah Diperkirakan Kembali Perkasa Didorong Perekonomian Domestik
JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa 13 Februari 2024 diperkirakan akan kembali bergerak fluktuatif namun ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) didorong perekonomian domestik.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Senin 12 Februari, Kurs rupiah spot ditutup menguat 0,26 persen Rp15.594 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jisdor ditutup naik 0,46 persen ke level harga Rp15.612 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan pasar Tiongkok, Singapura, Korea Selatan, dan Hong Kong tutup untuk libur Tahun Baru Imlek, sedangkan pasar Jepang tutup untuk hari peringatan, membuat volume perdagangan terbatas, sementara dolar turun sedikit menjelang data inflasi utama yang dirilis minggu ini.
Data CPI untuk bulan Januari akan dirilis pada hari Selasa dan diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan inflasi. Namun tekanan harga diperkirakan masih akan tetap relatif stabil, dengan angka CPI inti khususnya akan tetap jauh di atas target tahunan Federal Reserve sebesar 2 persen.
"Sebuah skenario yang memberikan dorongan lebih besar bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama," jelasnya dalam keteranganya dikutip selasa 13 Februari.
Menurunnya spekulasi mengenai pelonggaran moneter lebih awal oleh The Fed telah memukul mata uang Asia dalam beberapa sesi terakhir, dan membuat dolar berada dalam jangkauan puncaknya dalam tiga bulan.
Dari sisi internal, Ibrahim melihat kondisi pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,05 persen maka berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,07 persen pada tahun 2024.
Pertumbuhan tersebut, ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang terus meningkat. Secara umum, hingga akhir 2023 kinerja ekonomi Indonesia masih relatif baik. Ketahanan ekonomi domestik cukup kuat dan inflasi Indonesia tercatat rendah dibandingkan negara-negara lain.
Proyeksi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank terhadap ekonomi Indonesia juga cenderung resiliens untuk tahun ini di sekitar 5 persen, sehingga, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan solid.
Selain itu, ada beberapa catatan risiko yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia baik dari sisi global maupun domestik. Dari sisi global, pertama adalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang cenderung mengalami perlambatan, karena adanya krisis real estate dan properti di negeri tirai bambu saat ini.
Perlambatan ekonomi Tiongkok, bukan hanya berdampak ke pertumbuhan global, tapi berdampak ke ekonomi Indonesia. Lebih dari 20 persen ekspor Indonesia itu ke Tiongkok, jadi perlambatan ini mempengaruhi harga komoditas global, batu bara, kelapa sawit, dan lainnya.
Baca juga:
Kedua, kondisi higher for longer berkaitan dengan arah suku bunga The Fed yang bertahan tinggi diperkirakan sampai semester 1 tahun ini. Ketiga, yakni kondisi geopolitik sebab perang Rusia-Ukraina, serta Israel-Hamas. Dampak dari kondisi geopolitik ini sudah mulai terlihat di mana pasar keuangan dunia cenderung menguat.
Sementara di sisi domestik, risiko pertama karena pemilihan umum atau pemilu yang akan berlangsung serentak di Indonesia pada 14 Februari 2024 mendatang.
Namun, dari pelaksanaan pemilu tahun ini, dapat menimbulkan dampak positif, khususnya terhadap peningkatan belanja atau konsumsi rumah tangga. Risiko domestik selanjutnya, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana inflasi pangan cenderung tinggi dipengaruhi oleh faktor El Nino.
Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat pada perdagangan Selasa 13 Februari dalam rentang harga Rp15.550- Rp15.630 per dolar AS.