Kebijakan Hilirisasi Mineral Perlu Dilanjutkan, Ini Hitung-hitungannya
JAKARTA - Kebijakan hilirisasi mineral yang ditempuh oleh Presiden Joko Widodo perlu dilanjutkan. Bahkan ditingkatkan ke depannya.
Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, hilirisasi mineral terbukti meningkatkan nilai perekonomian komoditas tambang Indonesia, misalnya di nikel dan turunannya nilai tambah ekspor setelah hilirisasi tembus 35,6 miliar dolar AS setara Rp510 triliun di 2022, naik lebih dari 6,6 kali lipat dari 2013 yang hanya 5,4 miliar dolar AS.
"Kebijakan hilirisasi mineral yang baik ini perlu dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan ke depannya," kata Komaidi mengutip Antara.
Dia mengapresiasi Presiden Jokowi lewat langkahnya melarang ekspor nikel mentah yang berani menghadapi gugatan Uni Eropa lewat WTO guna mendukung hilirisasi mineral.
Dikatakannya, masih ada ruang yang bisa ditingkatkan dalam hilirisasi, misalnya serapan bahan setengah jadi untuk industri manufaktur domestik sepenuhnya seperti baterai mobil listrik.
Ataupun serapan tenaga kerja lokal sepenuhnya sehingga efek ganda ekonominya makin terasa bagi masyarakat-masyarakat di daerah.
"Kebijakan Presiden Jokowi di bidang energi dan tambang sudah bagus dalam hal pendekatan infrastruktur. Misalnya smelter tambang ini sejatinya kebijakan hilirisasi yang masih erat irisannya dengan infrastruktur," katanya.
Pendekatan yang lebih filosofis seperti strategi menekan defisit neraca migas, lanjutnya, strategi transisi energi dari batu bara ke EBT ini yang masih bisa ditingkatkan agar tidak "business as usual" saja ke depannya.
Sementara itu Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif mengatakan hilirisasi mineral memang butuh waktu panjang dan kesinambungan program.
Baca juga:
Untuk itu ia berharap kebijakan yang sudah banyak capaiannya dari Presiden Jokowi bisa diteruskan dan berkesinambungan.
Pihaknya di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi sudah menetapkan peta jalan hilirisasi mineral bahkan sampai 2045 menuju Indonesia Emas.
Disebutkan, dalam jangka menengah (hingga 2030) setidaknya 10 teknologi hilirisasi akan diterapkan untuk menghasilkan sejumlah produk hilirisasi.
Sedangkan rencana ke depan yang tengah disusun untuk mempercepat peningkatan nilai tambah mineral di Indonesia, tambahnya, antara lain pengutamaan pembelian bahan baku dari dalam negeri, koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dalam pengelolaan fasilitas pemurnian dan pengolahan, dan kebijakan fiskal dan non fiskal untuk mendukung pertumbuhan industri hilirisasi dalam negeri.