DPP GIPI Ajukan Uji Materi Aturan Penetapan Pajak Hiburan ke Mahkamah Konstitusi
JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) mengajukan Pengujian Materil ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas peraturan yang menetapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) terhadap usaha jasa kesenian dan hiburan.
Berdasarkan rilis pers, Selasa, peraturan tersebut adalah Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen, dan paling tinggi 75 persen.
Besaran pajak tersebut, dianggap pelaku usaha hiburan, melalui DPP GIPI, terlalu memberatkan, dan berharap pasal tersebut untuk dicabut, sehingga penetapan tarif PBJT adalah sama, yaitu antara 0–10 persen.
“Hal ini tentu menjadi tidak tepat karena berdampak diskriminasi terhadap pelaku usaha yang sudah menjalankan usahanya sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Dampak penetapan pajak yang tinggi adalah usaha hiburan akan kehilangan konsumen dan berakhir pada penutupan usaha serta banyaknya pekerja di sektor hiburan yang akan kehilangan lapangan kerja,” ujar Ketua Umum DPP GIPI Hariyadi BS Sukamdani, dikutip Antara.
Baca juga:
Di sisi lain, Hariyadi menyebut Indonesia yang saat ini sedang berjuang untuk melakukan pemulihan di sektor pariwisata pasca pandemi COVID-19, mendapat permasalahan baru dalam berkompetisi dan menciptakan daya saing pariwisata dengan negara lain yang justru pajak hiburannya jauh lebih rendah.
Beberapa negara, menurutnya, justru menurunkan tarif pajak demi menumbuhkan sektor pariwisata dan menciptakan daya saing dengan negara lain.
Hariyadi mengatakan, selanjutnya DPP GIPI akan segera mengeluarkan Surat Edaran untuk pengusaha hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) yang mengalami peningkatan pajak di daerahnya karena adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 untuk membayar pajak dengan menggunakan tarif lama.