Sepanjang 2023, Ekspor Industri Manufaktur RI Tembus 187 Miliar Dolar AS
JAKARTA - Industri manufaktur tetap menjadi yang agresif dalam hal ekspor. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, ekspor sektor manufaktur RI menembus angka 186,98 miliar dolar AS atau menyumbang 72,24 persen dari total nilai ekspor nasional sebesar 258,82 miliar dolar AS.
Realisasi ekspor industri manufaktur sepanjang 2023 tersebut melampaui target yang ditetapkan, yang sebelumnya diproyeksi sekitar 186,40 miliar dolar AS.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, di tengah kondisi dunia yang sedang tidak stabil, industri RI tetap agresif untuk memperluas pasar ekspornya.
"Ini menandakan bahwa produk manufaktur kami telah berdaya saing sehingga diakui dunia. Untuk 2024, kami menargetkan USD193,4 miliar dolar AS. Kami optimistis bisa tercapai," kata Menperin Agus dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Kamis, 18 Januari.
Agus menyebut, ada beberapa sektor yang berkontribusi paling besar, yakni industri logam dasar, industri makanan, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri kendaraan bermotor, trailer dan semitrailer, industri komputer, barang elektronik dan optik, serta industri kertas dan barang dari kertas.
Agus menilai, kinerja ekspor yang melaju ini tentunya berperan besar terhadap pembentukan neraca perdagangan industri manufaktur menjadi surplus sebesar 17,39 miliar dolar AS.
"Ini artinya melanjutkan capaian surplus pada 2022 lalu," ujarnya.
Baca juga:
Menurutnya, tren positif ini mengukuhkan industri manufaktur nasional sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
"Pemerintah benar-benar fokus dan memberikan perhatian lebih untuk membangkitkan kembali performa industri manufaktur, dengan memperkuat sinergi di antara para pemangku kepentingan terkait dalam melaksanakan berbagai kebijakan strategis," ucap Agus.
Adapun sepanjang Januari-Desember 2023, pangsa pasar ekspor industri pengolahan Indonesia masih terkonsentrasi di negara Tiongkok dengan share 23,60 persen, disusul Amerika Serikat (12,25 persen) dan India (6,33 persen).