Kemenkeu Nilai Surplus Neraca Perdagangan 2023 Cerminkan Daya Tahan di Tengah Perlambatan Ekonomi Global
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan Indonesia selama 2023 sebesar 36,93 miliar dolar AS.
Sedangkan surplus neraca perdagangan pada Desember 2023 sebesar 3,31 miliar dolar AS atau naik 0,90 miliar dolar AS dibandingkan dari surplus November 2023.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyampaikan, capaian tersebut menunjukkan kinerja perdagangan Indonesia yang terjaga di tengah perlambatan ekonomi global.
“Meski mengalami penurunan dibandingkan tahun 2022, surplus neraca perdagangan di tahun 2023 kemarin menunjukkan daya tahan eksternal perekonomian nasional di tengah peningkatan risiko global, termasuk moderasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama seperti Tiongkok,” ujar Febrio dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Januari.
Adapun nilai ekspor Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 258,82 miliar dolar AS, sedikit di bawah capaian ekspor tahun 2022 sebesar 291,90 miliar dolar AS. Meski secara nominal ekspor Indonesia mengalami penurunan, namun dari sisi volume, ekspor Indonesia tahun 2023 masih tumbuh 8,55 persen (yoy).
Febrio menyampaikan, perlambatan nilai ekspor tersebut sejalan dengan moderasi harga komoditas unggulan Indonesia, seperti minyak kelapa sawit dan batu bara.
Selain itu, perlambatan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia juga memberikan andil terhadap perlambatan nilai ekspor Indonesia.
Sepanjang 2023, ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di negara Tiongkok dengan share 25,66 persen, Amerika Serikat dengan share 9,57 persen, dan India dengan share 8,35 persen.
Sementara itu, ekspor Indonesia menuju Asean dan Uni Eropa masing-masing memiliki share 18,35 persen dan 6,78 persen terhadap total ekspor Indonesia di tahun 2023.
Sementara, impor Indonesia sepanjang tahun 2023 mencapai 221,89 miliar dolar AS, turun sekitar 6,55 persen (yoy) dibandingkan tahun 2022.
Penyumbang perlambatan impor terbesar yaitu mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya, sementara mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya menyumbang kenaikan impor.
Menurut Febrio, sama seperti ekspor, secara volume, impor Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 8,04 persen (yoy), sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik.
Secara sektoral, impor barang modal dan barang konsumsi mencatatkan pertumbuhan positif, sementara impor bahan baku mengalami penurunan. Impor terbesar Indonesia juga masih didominasi oleh negara Tiongkok dan Jepang dengan share masin-masing 33,42 persen dan 8,84 persen terhadap total impor Indonesia.
Pada tahun 2024, Febrio mengatakan aktivitas perdagangan Indonesia masih akan dipengaruhi oleh ketidakpastian aktivitas ekonomi global yang tercermin pada proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global oleh berbagai lembaga internasional yang juga diikuti oleh moderasi harga komoditas.
"Terkait hal ini, Pemerintah akan terus memantau dan menyiapkan langkah antisipasi yang diperlukan. Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi negara mitra dagang utama,” pungkas Febrio.