Disebut Mirip Cerdas Cermat, Apakah Debat Capres - Cawapres Perlu Diubah?
JAKARTA – “Saya kira akan banyak yang kecewa. Sehingga debatnya memang perlu diformat lebih baik lagi, ada rambu-rambu, sehingga hidup,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di sela kunjungan kerja di Serang, Banten, Senin (8/1/2023).
Komentar tersebut diungkapkan Jokowi usai debat ketiga calon presiden (Capres) yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Istora Senayan, Minggu (7/1/2023). Pada debat ketiga tersebut tema yang diangkat adalah pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. Prabowo Subianto, yang dijagokan bakal perform di debat ketiga ini, di luar dugaan malah tak mampu mengeluarkan potensi terbaiknya.
Di beberapa kesempatan Capres nomor urut dua tersebut mendapat serangan dari dua lawannya, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, yang membuat Prabowo tak berkutik. Selepas debat, banyak kalangan menilai serangan yang dilancarkan Anies maupun Ganjar bersifat pribadi.
Dan, Jokowi menuturkan saling serang dalam pelaksanaan debat tidaklah masalah asalkan si Capres menyerang kebijakan, bukan menyerang secara personal dengan motif menjatuhkan.
"Saling menyerang nggak apa-apa, tapi kebijakan, policy, visinya yang diserang, bukan untuk saling menjatuhkan dengan motif-motif personal. Saya kira nggak baik dan nggak mengedukasi," ujarnya.
Debat adalah Pertarungan Terbuka
Debat Capres dan Cawapres sudah menjadi polemik sejak sebelum debat tersebut dimulai. Bahkan di tahun lalu, sempat muncul kabar bahwa debat Cawapres ditiadakan. Kabar ini sempat membuat riuh di kalangan masyarakat, hingga memunculkan anggapan bahwa kealpaan debat Cawapres untuk melindungi salah satu pasangan.
Tapi KPU memastikan itu adalah kabar bohong alias hoaks. KPU memastikan format debat Capres 2024 akan digelar lima kali, dengan rincian tiga kali debat Capres dan dua kali debat Cawapres. Dengan demikian, tidak ada debat gabungan antara Capres dan Cawapres pada Pemilu kali ini.
Ini memang berbeda dibandingkan debat Capres di dua Pemilu sebelumnya. Pada 2014 misalnya, debat Capres dan Cawapres digelar masing-masing dua kali dan debat gabungan satu kali. Sementara pada 2019, debat Capres dua kali, debat Cawapres satu kali, dan debat gabungan dua kali.
Ketika debat berlangsung, polemik pun tak bisa terhindarkan. Saling serang terjadi sejak debat pertama pada awal Desember 2023. Setelah melewati tiga rangkaian debat, banyak kalangan menilai format debat Capres di Indonesia justru lebih mirip cerdas cermat. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kontestan juga dinilai tendensius, menyerang pribadi, bahkan tak jarang berupa pertanyaan jebakan, seperti yang dilakukan Gibran Rakabuming Raka dengan bertanya soal SGIE (State of Global Islamic Economy) kepada Muhaimin Iskandar pada debat Cawapres, 22 Desember 2023.
Lalu di debat teranyar, Prabowo beberapa kali tak mampu menjawab pertanyaan lawannya. Ia berkilah tak bisa membeberkan data Kementerian Pertahanan kepada publik, selain karena rahasia juga karena keterbatasan waktu yang diberikan.
Format debat ini pun menjadi perhatian banyak pihak, salah satunya dari pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago. Menurutnya, tiga peserta debat seharusnya dibiarkan bertarung terbuka tanpa ada batasan waktu seperti yang terjadi di debat di Indonesia.
“Debat itu akan berkelas adalah debat dengan tarung terbuka, tarung bebas. Maksudnya biar saja mereka bertiga berdebat, mau bertanya, mau menjawab, kasih aja waktu 10 menit satu tema,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting.
“Biar mereka berembuk bertiga, bisa saling sindir, adu data, bisa blak-blakan, menyerang gagasan atau pikiran sepanjang tidak menyerang secara personal,” ujar Pangi mengimbuhkan.
KPU Enggan Ubah Format Debat
Desakan agar KPU mengubah format memang menjadi kontroversi, apalagi ketika yang mengatakan itu adalah Jokowi, yang putra sulungnya sendiri bertarung di dalamnya. Toh Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan pihaknya tidak akan mengubah format debat Capres-Cawapres Pemilu 2024, termasuk soal segmen dan durasi debat, karena hal tersebut telah disepekati oleh seluruh tim sukses pasangan calon peserta Pilpres.
“Jadi, kalau sudah jadi pola, sudah pakemnya, ya, kita ikuti. Kalau ada perubahan, pasti akan menimbulkan pertanyaan berikutnya, kenapa polanya diubah?” kata Hasyim di Jakarta, mengutip Antara.
Sikap KPU yang bersikeras tidak mengubah format debat disayangkan oleh Pangi. Menurutnya, debat Capres tidak perlu dipandu moderator sehingga bisa memberikan kebebasan kepada para Capres untuk mengemukakan argumennya, selama tidak menyerang personal.
"Tidak perlu lagi dipandu moderator, tidak perlu dikatakan ada waktunya habis. Ini yang perlu diubah KPU, tapi saya lihat KPU ngotot tidak punya itikad untuk mengubah itu. Tetap mempertahankan yang salah-salah, tetap aja besok membawa massa, tim sorak yang menganggu jalannya debat.
Sebagai informasi, dalam debat Capres di Amerika Serikat, para Capres diizinkan menyanggah Capres lain tanpa ada interupsi dari moderator. Sementara di Singapura, debat Capres digelar round table tanpa kehadiran pendukung. Dengan demikian, para Capres duduk bersama saling berhadapan di meja bundar dan tanpa adanya gangguan dari para pendukung masing-masing.
Selepas debat ketiga, nama Anies Baswedan mendapat respons positif di media sosial X. Capres dari Koalisi Perubahan ini diklaim berhasil menguasai debat ketiga melalui deretan pernyataannya. Hal itu dibuktikan dengan mention warganet kepada para Capres setelah debat selesai. Drone Emprit mencatat Anies Baswedan disebut 429.000 kali oleh warganet, sementara Prabowo Subianto 396.000, dan Ganjar Pranowo 329.000.
Ini berbanding terbalik dari elektabilitas ketiganya. Di beberapa survei, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sering berada di urutan pertama, mengungguli pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang bahkan sering juga mendapat nilai jeblok dalam survei elektabilitas Capres.
Namun, Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Politocal Communication Studies and Research Centre) Andriadi Achmad menegaskan, tidak ada perubahan signifikan terkait elektabilitas Capres setelah debat.
Baca juga:
"Setelah perdebatan, dalam rilis beberapa media bahwa tidak ada perubahan signifikan bahkan stagnan terkait elektabilitas paslon Capres - Cawapres," kata Andriadi kepada VOI.
Sejak debat pertama digelar, aksi-aksi para Capres di panggung memang selalu menyita perhatian publik. Tidak hanya soal gagasan yang disampaikan, tapi juga gaya pakaian, gimik-gimik, sampai diksi yang mereka lontarkan.
Para Capres dan Cawapres diharapkan mampu mengeluarkan potensi terbaik mereka dalam debat yang digelar KPU. Pasalnya, debat Capres-Cawapres tidak hanya menjadi ajang untuk mengemukakan gagasan dan program-program unggulan, tapi juga diyakini menjadi momen untuk menarik suara calon pemilih, terutama mereka yang masih bingung menentukan pilihan atau dikenal dengan istilah swing voters.