WHO Nilai Rendahnya Vaksinasi Dorong Peningkatan Kasus COVID-19 dan Flu
JAKARTA - Rendahnya tingkat vaksinasi terhadap varian terbaru COVID-19 dan influenza menyebabkan peningkatan kasus dan memberikan tekanan pada layanan kesehatan di musim dingin ini, kata pejabat kesehatan dunia.
Amerika Serikat, sejumlah negara Eropa dan beberapa negara di belahan dunia lainnya melaporkan peningkatan jumlah pasien rawat inap terkait infeksi saluran pernapasan dalam beberapa pekan terakhir.
Lebih jauh, Tingkat kematian di kalangan lansia juga meningkat di beberapa wilayah, namun jauh di bawah puncak pandemi COVID-19.
Sebagai antisipasi, Pemerintah Spanyol telah menerapkan kembali persyaratan pemakaian masker di fasilitas kesehatan, seperti halnya beberapa jaringan rumah sakit di AS.
"Terlalu banyak orang yang membutuhkan perawatan medis serius untuk mengatasi flu, untuk COVID, ketika kita dapat mencegahnya," kata Maria van Kerkhove, direktur sementara kesiapsiagaan epidemi dan pandemi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melansir Reuters 12 Januari.
Dikatakannya, tingkat vaksinasi terhadap flu dan COVID "sangat rendah" di banyak negara pada musim dingin ini, ketika dunia mencoba untuk melewati pandemi dan pembatasan yang ada.
Sementara itu, pakar penyakit menular dan pejabat kesehatan menilai, pemerintah masih kesulitan untuk mengomunikasikan risiko yang masih ditimbulkan oleh COVID dan manfaat vaksinasi sejak darurat kesehatan masyarakat global diumumkan pada Mei 2023
Hanya 19,4 persen orang dewasa AS yang telah menerima vaksin COVID musim ini berdasarkan Survei Imunisasi Nasional Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) dan Pencegahan AS, meskipun ada rekomendasi agar semua orang dewasa mendapatkan suntikan terbaru untuk melindungi dari penyakit serius.
Bandingkan dengan 17 persen orang dewasa yang mendapat booster bivalen pada musim 2022-2023, berdasarkan data vaksin aktual yang dilaporkan ke CDC oleh negara bagian.
Hampir separuh orang dewasa AS yang berusia di atas 18 tahun mendapat vaksinasi flu pada musim ini (44,9 persen), kira-kira sama dengan tahun lalu (44 persen), menurut CDC.
"Kami rasa tidak cukup banyak orang yang mendapatkan vaksin COVID terbaru," kata Direktur CDC Mandy Cohen dalam sebuah wawancara.
"Orang-orang masih belum memahami bahwa COVID masih merupakan penyakit yang lebih parah daripada flu," tandasnya.
Sebagian besar vaksin terbaru yang digunakan di AS dan Uni Eropa dibuat oleh Pfizer dengan BioNTech, atau Moderna.
Di Eropa, tingkat penyebaran flu lebih tinggi dibandingkan COVID, kata Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC). Secara total, 24 persen dari sampel tes yang representatif menghasilkan hasil positif pada minggu terakhir tahun 2023, naik dari 19 persen pada dua minggu sebelumnya.
Angka tersebut sejalan dengan musim flu sebelumnya, kata pakar virus pernapasan ECDC, Edoardo Colzani. Namun "sekarang kita melihat COVID-19 sebagai tamu baru yang tidak diinginkan", katanya.
ECDC tidak memiliki tingkat vaksinasi di benua tersebut untuk flu atau COVID, namun Colzani mengatakan data awal menunjukkan penggunaan vaksin COVID jauh di bawah tingkat pandemi.
Di Eropa, vaksin COVID-19 baru hanya direkomendasikan untuk kelompok berisiko tinggi, seperti lansia dan orang dengan sistem imun lemah.
Di antara kelompok-kelompok ini, WHO mengatakan harus ada cakupan 100 persen. Tingkat COVID-19 juga meningkat di belahan bumi selatan selama musim panas, kata WHO, karena virus ini belum menjadi virus musiman.
Bulan lalu, 850.000 kasus COVID baru dan 118.000 rawat inap baru dilaporkan secara global, meningkat dari bulan November masing-masing sebesar 52 persen dan 23 persen, menurut WHO, yang menambahkan angka sebenarnya kemungkinan besar lebih tinggi.
Baca juga:
- Amerika Serikat-Inggris Serang Posisi Houthi di Yaman melalui Udara dan Laut
- Israel Dituduh Lakukan Genosida di Gaza, Juru Bicara Militer Nilai Kekejaman Hamas Diabaikan
- Pejabat Senior Moskow Ingatkan Respons Senjata Nuklir Jika Ukraina Serang Lokasi Peluncuran Rudal Rusia
- Kecam Kasus Genosida di ICJ, PM Israel Netanyahu: Hari Ini Kami Melihat Dunia yang Terbalik
Vaksin masih sangat efektif mencegah penyakit serius, meski tidak memblokir infeksi, kata para ahli.
Sebuah studi baru-baru ini dalam jurnal 'Lancet Infectious Diseases' dari Karolinska Institutet dan Danderyd Hospital di Swedia menemukan, vaksin terbaru, yang menargetkan varian virus corona XBB.1.5, mengurangi risiko rawat inap akibat COVID sebesar 76,1 persen pada orang yang terkena varian yang lebih baru, berdasarkan pada catatan kesehatan masyarakat dari orang dewasa di atas 65 tahun.
Sedangkan vaksin flu tahun ini, yang dibuat oleh berbagai produsen, diperkirakan mengurangi risiko rawat inap sebesar 52 persen.