Maraknya Fenomena Makan Tabungan di Masyarakat Dipengaruhi Tingginya Biaya Hidup
JAKARTA - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai memang terjadi fenomena makan tabungan di masyarakat dipengaruhi oleh pengeluaran yang tak sebanding dengan pendapatan di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Di mana mereka mengambil uang tabungan untuk kebutuhan pokok atau biaya hidup bisa dalam bentuk keperluan belanja pangan dan transportasi.
"Ada korelasi antara kenaikan harga beras, cabai, dan gula terhadap jumlah tabungan yang pertumbuhannya rendah," ujar Bhima kepada VOI, Kamis 28 Desember.
Sementara itu, dari sisi pendapatan masyarakat terhambat oleh sulitnya mencari pekerjaan yang layak. Fenomena ini sebenarnya sudah terlihat sebelum pandemi dari rendahnya inflasi inti.
Kemudian pasca pandemi ternyata tekanan ekonomi meningkat sehingga kenaikan kebutuhan pokok dengan pendapatan bulanan yang diterima oleh masyarakat tidak berbanding lurus.
Selain itu, Bhima menyampaikan kebijakan pajak dengan kenaikan tarif ppn 11 persen cukup mempengaruhi daya beli kelompok menengah.
"Kalau mau dikalibrasi ya ppn nya diturunkan jangan dinaikan jadi 12 persen. Kemudian insentif pajak nya perlu fokus ke padat karya tidak hanya mengejar yang padat modal," jelasnya.
Menurut Bhima Formulasi Upah Minimum Provinsi (UMP) perlu dirombak ulang karena pertumbuhan UMP yang ada saat ini tidak mampu memperbaiki pendapatan masyarakat. Ia juga menekankan saat ini belum terlambat untuk mencegah pelemahan konsumsi rumah tangga.
Bhima memproyeksikan pada 2024 simpanan masyarakat akan tumbuh lebih lambat. Walaupun pada awal tahun akan mungkin terbantu sedikit oleh money politik jelang pemilu atau serangan fajar tetapi sifatnya sementara.
Berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia (BI), rata-rata proporsi pendapatan konsumen yang disimpan mengalami penurunan dari 15,7 persen pada Oktober 2023 menjadi 15,4 persen pada November 2023.
Kemudian, proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi juga turut mengalami penurunan dari 75,6 persen pada Oktober 2023 menjadi 75,3 persen pada November 2023.
Baca juga:
Sementara berdasarkan data BPS, inflasi inti pada November 2023 tercatat sebesar 0,12 persen secara month to month (mtm), meningkat dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,08 persen (mtm). Realisasi inflasi inti pada November 2023 disumbang terutama oleh inflasi komoditas emas perhiasan dan gula pasir.
Sedangkan untuk inflasi kelompok volatile food pada November 2023 mencatat sebesar 1,72 persen (mtm), lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,21 persen (mtm). Peningkatan inflasi volatile food tersebut disumbang terutama oleh inflasi pada komoditas aneka cabai, bawang merah, dan beras.
Kemudian inflasi kelompok administered prices pada November 2023 tercatat sebesar 0,08 persen (mtm), lebih rendah dari inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 0,46 persen (mtm). Perkembangan ini dipengaruhi oleh deflasi bensin akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi.