Kaleidoskop 2023: Band Legendaris, Pro-Kontra AI, hingga Kontroversi dan Prestasi
JAKARTA - Dunia musik mancanegara sepanjang tahun 2023 punya beberapa kisah yang menarik untuk dibahas dan kembali dilihat.
Perjalanan beberapa band legendaris yang muncul lebih dari 50 tahun lalu, masih menunjukkan eksistensinya sampai saat ini. Bahkan, The Beatles secara mengejutkan merilis lagu terakhirnya dengan menggunakan artificial intelligence (AI).
Adapun, keberadaan AI dalam proses produksi dan penciptaan karya musik telah menjadi perbincangan menarik sepanjang tahun ini. Beberapa nama besar menyuarakan pendapat yang berbeda.
Selain itu, dunia musik mancanegara juga menyisakan kisah dari beberapa konser yang menjadi perbincangan luas di kalangan pecinta musik, antara lain apa yang terjadi pada The 1975 di Malaysia dan Taylor Swift di Brasil.
Namun, ada juga kisah Beyonce yang dinobatkan sebagai musisi paling subur setelah memenangi kategori Best Dance/Electronic Music Album di Grammy Awards ke-65 pada Februari lalu.
Berikut pembahasan lengkap beberapa peristiwa penting dalam dunia musik mancanegara sepanjang 2023.
Eksistensi Band Legendaris
Dua band legendaris dari Inggris, The Beatles dan The Rolling Stones hadir dengan karya baru mereka. Meski dengan cara berbeda, dua band yang debut sejak awal tahun 1960an itu menunjukkan mereka tetap eksis untuk para pecintanya.
Adapun, The Beatles dengan dua personel tersisa, Paul McCartney dan Ringo Starr, menyelesaikan proyek lagu Now And Then yang sebenarnya pernah direncanakan untuk dirilis pada tahun 1995.
Saat itu, demo Now And Then milik John Lennon dicoba untuk digarap. Namun, teknologi saat itu belum memungkinkan, hingga akhirnya teknologi terbaru dengan bantuan AI mampu memisahkan suara John dari versi demo dan dimasukkan dalam musik yang baru.
"Kami bisa mencampur ulang lagu ini dan membuat rekaman yang layak didengar," kata McCartney, dikutip VOI dari The Verge.
Sementara itu, The Rolling Stones dengan tiga personel, Mick Jagger, Keith Richards dan Ronnie Wood hadir dengan album Hackney Diamonds pada 20 Oktober.
Di usia personel yang sudah tua, The Rolling Stones menunjukkan bahwa mereka masih cukup kreatif untuk bisa merilis album penuh dengan karya-karya baru. Melalui akun twitter resmi, mereka bahkan menyebut perilisan album penuh ini sebagai era yang baru.
“Album baru, musik baru, era baru,” tulis The Rolling Stones.
Selain itu, band legendaris asal Amerika Serikat, Kiss juga muncul dengan keputusan menarik pada 2 Desember lalu.
Tampil di Madison Square Garden, New York sebagai konser terakhir sebagai manusia, Kiss mengumumkan mereka akan melanjutkan karier di atas panggung sebagai avatar virtual.
“Kami tidak akan pergi ke mana pun, kalian akan melihat kami dalam berbagai hal, setiap saat. Sampai jumpa dalam mimpi kalian. Kami mencintai kalian, selamat malam,” seru Paul Stanley mengakhiri konser Kiss sebagai manusia.
Baca juga:
Pro-Kontra Penggunaan AI dalam Karya Musik
Penggunaan AI telah membantu Paul McCartney menyelesaikan lagu terakhir dari The Beatles, Now And Then. Suara John Lennon dari rekaman asli dipisahkan dengan teknologi AI dan digabungkan dengan rekaman baru.
Paul tampak menikmati penggunaan AI dalam penggarapan Now And The. Namun, ia tidak menutupi kekhawatiran akan penggunaannya pada hal lain.
"Agak menakutkan tapi mengasyikkan, karena ini adalah masa depan. Kita harus melihat ke mana arahnya,” ujar Paul McCartney.
Liam Gallagher, eks vokalis Oasis juga menanggapi penerapan AI saat grup asal Inggris lainnya, Breezer, menggunakan AI untuk memasukkan suara Liam di Oasis dalam karya baru mereka.
Menanggapi pertanyaan warganet di media sosial X, Liam tampak menikmati hasil yang dibuat Breezer.
"Mendengarnya, (dan) itu lebih baik daripada semua suara lain yang ada di luar sana,” tulis Liam di X.
“Gila sekali, aku terdengar hebat,” lanjutnya.
Beberapa musisi bahkan secara terang mendukung penggunaan AI, sebut saja Grimes, David Guetta, Nile Rodgers, dan beberapa nama lain.
Sementara itu, beberapa nama besar justru mengungkap kekhawatiran mereka dengan keberadaan AI. Mereka beranggapan posisi manusia dalam AI menjadi terancam.
"Kita tidak akan tahu apa yang telah diciptakan oleh AI dan apa yang diciptakan oleh manusia. Semuanya akan menjadi sangat kabur dan membingungkan, dan saya pikir kita mungkin melihat kembali tahun 2023 sebagai tahun terakhir ketika manusia benar-benar mendominasi dunia musik,” kata Brian May, gitaris Queen.
"Saya pikir ini bisa menjadi hal yang serius, dan itu tidak membuat saya gembira. Itu membuat saya merasa khawatir, dan saya bersiap untuk merasa sedih karenanya,” lanjutnya.
Bahkan, Sting secara lugas menyebut manusia menghadapi “pertempuran” dengan AI dalam urusan penulisan lagu.
“Bahan penyusun musik adalah milik kita, milik manusia. Itu akan menjadi pertempuran yang harus kita lawan dalam beberapa tahun ke depan: Mempertahankan sumber daya manusia kita dari AI,” ucap Sting.
Tidak hanya Brian May dan Sting, beberapa musisi juga menyerukan penolakan yang keras terhadap AI, seperti John Lydon, Ed Sheeran, Duff McKagan, dan masih banyak nama lain.
Kontroversi dan Prestasi
Bahasan lain yang menarik dari dunia musik mancanegara juga hadir dalam kontroversi yang muncul dalam konser musik, dan yang paling menyita perhatian adalah penampilan The 1975 di Malaysia dan Taylor Swift di Brasil.
Tampil dalam Good Vibes Festival di Kuala Lumpur pada 21 Juli, Matty Healy (vokal) mencium Ross MacDonald (bass) di atas panggung. Aksi tersebut membuat penampilan The 1975 harus dihentikan oleh otoritas setempat.
Akibat kontroversi tersebut, The 1975 harus berhadapan dengan tuntutan hukum yang dilayangkan promotor. Tindakan Matt Healy juga dikecam komunitas LGBTQ+, mereka menilai sang vokalis membuat komunitas tersebut terancam di Malaysia.
Kontroversi tersebut juga membuat The 1975 yang seharusnya bermain di gelaran We The Fest di Jakarta dibatalkan penyelenggara. Sheila On 7 menjadi pengganti untuk band asal Inggris itu.
Selanjutnya, kontroversi juga datang dari konser Taylor Swift di Rio de Janeiro, Brasil pada 17 November lalu. Namun permasalahan bukan datang dari sang penyanyi, melainkan penyelenggara acara.
Dalam konser tersebut, seorang wanita muda bernama Ana Clara Benevides meninggal dunia akibat serangan jantung. Sebelum konser, ia sempat merasa tidak enak badan karena cuaca panas yang ekstrem. Sempat mendapat pertolongan pertama dan dibawa ke rumah sakit, nyawanya sudah tidak terselamatkan.
Time4Fun (T4F) selaku promotor menyebut pihaknya telah lalai dan tidak mempertimbangkan cuaca ekstrem yang dapat berdampak buruk terhadap penonton yang hadir saat itu.
Promotor juga meminta agar larangan membawa botol air ke lokasi konser untuk dipertimbangkan. Dalam konser lanjutan di São Paulo, T4F juga mengusahakan adanya titik distribusi air di dalam lokasi konser. Mereka juga meminta penonton membawa gelas air sekali pakai atau botol plastik fleksibel.
Kemudian, di luar dua kontroversi di atas, prestasi yang dicapai Beyonce juga patut dilihat. Istri dari Jay-Z itu dinobatkan sebagai pemenang Grammy terbanyak sepanjang sejarah.
Dalam gelaran Grammy Awards ke-65 pada Februari lalu, Beyonce memenangkan empat piala, yaitu Best Dance/Electronic Recording untuk Break My Soul, Best Traditional R&B Performance untuk Plastic Off the Sofa, Best Song Written for Visual Media untuk Be Alive, dan Best Dance/Electronic Music Album untuk Renaissance.
Dengan begitu, Beyonce memiliki 32 piala Grammy Awards dan menjadi yang terbanyak sepanjang sejarah. Ia memecahkan rekor Georg Solti yang memenangkan Grammy dengan 31 piala.