Korupsi Pengadaan Perahu Nelayan, Kepala Dinas Perikanan Kelautan Fakfak Ditangkap
MANOKWARI - Kejaksaan Negeri Fakfak, Papua Barat menahan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan setempat berinisial ECDS dan seorang pihak swasta berinisial MNN karena terlibat korupsi proyek pengadaan perahu fiber 40 PK dan mesin tempel 50 PK tahun anggaran 2022 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp169,823 juta.
Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak Nixon Nikolaus Nilla menyebutkan kedua tersangka telah ditahan sejak Rabu (29/11) di Rutan Lapas Kelas II B Fakfak.
"Jaksa Penyidik pada Kejaksaan Negeri Fakfak telah melakukan penahanan terhadap para tersangka di Rutan Lapas Kelas IIB Fakfak dikarenakan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa para tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana," ujar Nixon, Kamis 30 November.
Ia menjelaskan pada 2022 Dinas Perikanan dan Kelautan Fakfak mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp24,320 miliar untuk pengadaan berbagai proyek.
Dari nilai itu, anggaran yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dikelola Dinas Perikanan dan Kelautan Fakfak sebesar Rp3,648 untuk pengadaan sarana dan prasarana perikanan.
Dalam praktiknya, pihak penyedia jasa disebut melaksanakan paket-paket pekerjaan secara pengadaan langsung serta memecah-mecah pekerjaan untuk menghindari tender.
Salah satu paket pekerjaan yang disediakan saat itu yakni pengadaan perahu kasko fiber 40 PK dan mesin tempel 50 PK sebanyak satu unit itu. Pekerjaan itu ditangani oleh CV Mahi Were Phona dengan nilai pekerjaan sebesar Rp191,375 juta berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor 510.2/82/SPK/APBD/DPK/OTSUS/IX/2022 dengan jangka waktu selama 80 hari.
Namun hingga berakhirnya masa kontrak pada 17 Desember 2022, pihak penyedia tidak dapat melaksanakan dan menyerahkan barang tersebut ke Dinas Perikanan dan Kelautan Fakfak.
Anehnya, Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Bendahara barang tetap mencairkan paket pekerjaan tersebut seratus persen sesuai dengan nilai yang tertera dalam kontrak.
Terkait kasus ini, pihak Kejari Fakfak telah memeriksa saksi sebanyak sembilan orang dan mengumpulkan sejumlah alat bukti lainnya.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka ECDS dan MNN dijerat dengan dakwaan berlapis yaitu Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (primer) serta Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi o. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga:
- Tak Ada Elite Gerindra di Pernyataan Bersama 8 Parpol Tolak Proporsional Tertutup Pemilu 2024, Golkar: Mereka Sudah Setuju
- Dibacakan Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ini 5 Pernyataan Sikap Delapan Parpol yang Resmi Tolak Sistem Pemilu Proposional Tertutup
- Delapan Parpol Bakal Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Waketum NasDem: Ini Menyangkut Kepentingan Parpol, Tak Perlu Melibatkan Jokowi
- Pukulan Telak dalam Kasus Korupsi Hakim Agung, Ketua MA: Mohon Maaf yang Sebesar-besarnya
Selain itu, kedua tersangka juga dijerat dengan Pasal 8 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Nixon menambahkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara oleh ahli penghitungan kerugian keuangan negara, ditemukan terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya sesuai nilai yang dibayarkan kepada pihak penyedia sebesar Rp169.823.791,00.