Urgensi Program Makan Siang Gratis dari Capres Prabowo Subianto Patut Dipertanyakan

JAKARTA – Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kembali menegaskan janjinya terkait makan siang dan susu gratis jika memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) tahun depan.

Program tersebut kembali disampaikan oleh Sekretaris Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid. Ia menuturkan sebanyak 82,9 juta anak Indonesia bakal mendapat makan siang dan susu gratis jika pasangan Prabowo-Gibran terpilih sebagai presiden dan wakil presiden tahun depan.

Program bagi makan siang dan susu gratis sudah mulai disosialisasikan TKN pada hari pertama kampanye, 28 November. Ketua TKN, Rosan Roeslani berharap masyarakat akan mulai merasakan manfaat dari program tersebut.

Bukan Kebutuhan Mendesak

Prabowo Subianto mengatakan program makan siang dan susu gratis untuk anak sekolah dilakukan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul Indonesia Maju di 2045.

Namun meski memiliki tujuan mulia, program yang dicanangkan kubu Prabowo justru disangsikan banyak pihak, termasuk Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Menurut Bhima, program makan siang gratis akan sulit terealisasi karena membutuhkan anggaran yang sangat besar. Tak hanya itu, Bhima juga menilai untuk saat ini program makan siang gratis bukan masalah mendesak. 

Ia menuturkan sekarang ini justru lebih banyak ibu dan bayi yang lebih membutuhkan untuk lepas dari ancaman stunting.

“Jangan bicara makan siang gratis dulu, masih banyak kebutuhan yang lebih mendesak, salah satunya percepatan penurunan stunting yang masih 21,6 persen,” kata Bhima kepada VOI.

Sejumlah warga mengantre untuk mendapatkan susu gratis yang dibagikan dari mobil operasional Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran di Pulogebang, Jakarta, Selasa (28/11/2023). (Antara/Fauzan)

Sebelumnya melalui laman resminya, Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), di mana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen di 2022.

Meski demikian, prevalensi stunting di Indonesia masih kurang dari standar Badan Kesehatan Dunia, yaitu harus kurang dari 20 persen. Untuk itu, Presiden Joko Widodo berujar Indonesia menargetkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Dalam kesempatan yang sama, Bhima juga menyinggung soal pendidikan di Indonesia. Menurutnya, program sekolah gratis lebih mendesak dibandingkan memberikan makan siang gratis.

Bhima juga menyarankan untuk menggratiskan uang kuliah tunggal atau UKT untuk perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Ia mencontoh negara Chile yang sudah mulai progresif menggratiskan perguruan tinggi.

“Tapi saran buat Pak Prabowo perlu dicari dari mana uangnya. Program Bapak Prabowo sangat banyak,” ucap Bhima.

Pertanyakan Anggaran

Memberikan makan siang dan susu gratis kepada anak sekolah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) jumlah murid di Indonesia pada semester ganjil tahun ajaran 2023/2024 mencapai 53,14 juta orang. Hampir 50 persen dari angka tersebut adalah murid SD, yaitu sebanyak 24,04 juta.

Peneliti ekonomi digital dari Institute for Development of Economic and Financial (Indef), Nailul Huda juga meragukan program makan siang gratis tersebut.

Keraguan Nailul Huda berdasarkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih terbatas. Ia memprediksi butuh uang Rp400 triliun per tahun untuk menjalankan program makan siang gratis.

“Jika kita mengasumsikan belanja pemerintah mencapai Rp3.200 triliun, artinya itu 8 persen dari APBN. Ini sangat besar sekali,” ujarnya, dikutip dari Kompas.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan angka prevalensi stunting Indonesia 2022 mengalami penurunan 2,8 persen dari tahun sebelumnya, karena berbagai upaya yang telah dilakukan. (Antara)

Selain mengenai anggaran yang sangat besar, Nailul Huda juga mengatakan program ini berpotensi tidak tepat sasaran, karena semua kalangan mendapat makan siang gratis. Selain potensi salah sasaran, makan siang gratis juga berpeluang menjadi lahan korupsi baru. 

"Dengan anggaran yang sangat jumbo tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadi korupsi dari level kementerian, dinas, hingga level sekolah," ucapnya.

Di sisi lain, Ketua Umum DPP Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) Anggawira mengatakan program makan siang gratis bagi anak-anak tidak hanya meningkatkan gizi anak, tapi juga dapat menyejahterakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Selain UMKM kuliner, Anggawira juga mengatakan UMKM penyedia bahan baku makanan, dalam hal ini bahan makan siang, ikut diuntungkan dengan adanya program tersebut.

“Ini dapat menciptakan peluang bagi UMKM untuk berpartisipasi dalam penyediaan makan atau bahan baku untuk program makan siang, mendukung pertumbuhan ekonomi di komunitas sekitar sekolah. Namun penting untuk memastikan bahwa UMKM lokal terlibat secara adil dan berkelanjutan dalam pelaksanaan program tersebut,” kata Anggawira.