Review Film Layla Majnun, Rasa yang Tanggung untuk Sebuah Cerita Legenda

JAKARTA - Film Layla Majnun bisa dinikmati di Netflix sejak 11 Februari lalu. Film yang dibintangi Acha Septriasa, Reza Rahadian, dan Baim Wong ini menawarkan tiga keindahan sekaligus, cerita romantis, dialog puitis, dan pemandangan Azerbaijan. Film ini dikembangkan dari karya puisi Nizami Ganjavi menjadi versi modern.

Layla Majnun mengisahkan Layla (Acha Septriasa), wanita religius yang mandiri dan berpendidikan tinggi jatuh cinta kepada Samir (Reza Rahadian), pria asal Azerbaijan yang pintar dan romantis. Tetapi, Layla terjebak dalam sebuah perjodohan dengan seorang pria bernama Ibnu (Baim Wong). Layla pun harus memilih untuk menikah dengan orang yang dicintai atau bersama Samir. 

Menikmati film ini dari awal butuh kesabaran tingkat tinggi, karena pengenalan karakternya berlangsung perlahan. Sayangnya, meskipun sudah dibuat lambat namun karakter-karakternya tidak dijelaskan dengan rinci sehingga penonton harus menebak-nebak sampai lebih dari separuh durasi film. 

Celakanya, Layla sebagai penulis novel yang penting untuk menggaris bawahi semua cerita film ini tidak tersampaikan dengan baik. Karakter guru pondok lebih menonjol. 

Padahal, novel adalah awal jembatan yang penting untuk menghubungkan hati Layla dan Majnun. Bukan tidak ada penjelasan, namun karena peletakan di belakang membuat Layla Majnun ini cukup sulit diikuti. 

Baim Wong yang memerankan karakter Ibnu memiliki potensi untuk membuat baper sebenarnya. Karena kemunculannya di awal cukup menjanjikan. Layla dan Ibnu memiliki kesepakatan menikah yang mereka terima dengan sadar. Sayang, Ibnu tidak digali secara maksimal untuk menjadi seorang antagonis. 

Menempatkan ekspektasi tinggi atas chemistry Acha dan Reza dalam film ini adalah kesalahan. Mereka berhasil membawa tawa, tangis, dan haru di film Test Pack, You're My Baby tapi tidak di film ini. 

Yang membuat waktu hampir 2 jam menonton film Layla Majnun terasa tidak sia-sia adalah pilihan kata-kata puitis yang dikutip dalam film membuat hati mampu tergetar. Selain itu pemandangan Azerbaijan yang tak biasa dilihat di sinema Indonesia juga cukup membuat bahagia.